Pendekatan Social Demand dalam Perencanaan Pendidikan
1. Pengertian pendekatan Social Demand
Menurut
Vembrianto (1985:46) “Pendekatan kebutuhan sosial atau Pendekatan social demand adalah
suatu pendekatan dalam perencanaan pendidikan yang didasarkan atas tuntutan
atau kebutuhan sosial akan pendidikan”.
Pendekatan
sosial demand atau kebutuhan sosial atau tuntutan sosial adalah suatu istilah
yang kabur dan mengcaukan(jarang digunakan oleh pendidik) dan dapat diartikan
bermacam-macam. “Arti yang paling umum digunakan adalah kumpulan tuntuntan yang
umum untuk memperoleh pendidikan, yakni jumlah dari tuntutan individu akan
pendidikan di suatu tempat, pada suatu waktu tertentu, di dalam suatu budaya
politik dan ekonomi tertentu”. (Coombs, 1982:33)
Sedangkan
menurut A. W. Guruge dalam Udin S (2005:234) “Pendekatan kebutuhan sosial
adalah pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan
lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanan-tekanan untuk memasukkan
sekolah serta memungkinkan pemberian kesempatan kepada pemenuhan keinginan-keinginan
murid dan orangtuanya secara bebas”.
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut
dengan pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang
hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada
tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan
pendidikan dasar, pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi
usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf), dan pemberian layanan pendidikan
untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan, kebodohan dan
kemiskinan. Oleh karena itu, pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya
dilaksanakan pada negara yang baru merdeka dengan kondisi masyarakat yang masih
terbelakang kondisi pendidikan dan sosial ekonominya.
Menurut
Timan (2004:25) terdapat beberapa kritik utama yang ditujukan pada pendekatan
sosial demand dalam perencanaan pendidikan, antara lain:
a. Pendekatan ini tidak memikirkan tentang
berapa sumber-sumber biaya yang tersedia untuk pendidikan.
b. Dalam pendekatan ini tidak diingat adanya
sifat dan pola tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia perekonomian dan akan
berlebih-lebihan menghasilkan tenaga skerja dalam satu bidang sedangkan yang
lainnya sangat kekurangan.
c.
Pendekatan ini cenderung memberikan
stimulasi demand yang berlebihan, understimate dalam pembiayaan, dan
mengarahkan pembagian sumber yang sangat kecil.
Menurut
Davis dalam Effendi (2000:24) Social demand diaplikasikan pada tiga bentuk
perencanaan yang berbeda, bentuk-bentuk tersebut antara lain adalah:
1. Bila yang ditargetkan adalah pendidikan
dasar, biasanya dinyatakan dalam term-term demografis, misalnya semua anak yang
berumur 7-12 th mendapatkan pendidikan dasar.
2. Bila rencana mentargetkan pada tujuan
nasional yang ditunjang oleh nilai-nilai etis sosial, misalnya semua warga
Negara berhak atas pendidikan dasar.
3. Bila proyeksi rencana didasarkan pada
analisis kebutuhan yang disamakan untuk semua tingkat dan jenis pendidikan.
2. Kelebihan pendekatan Social Demand
Ada
beberapa kelebihan dalam penggunaan pendekatan kebutuhan sosial dalam
perencanaan pendidikan. Di antara sisi positif dari pendekatan ini antara lain
adalah pendekatan ini lebih cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau negara
yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan
masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf. Selain itu pendekatan
ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang
dibutuhkan pada warga masyarakat, karena keterbelakangan di bidang pendidikan
akibat penjajahan, sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung
bersentuhan dengan kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh
masyarakat.
3. Kekurangan pendekatan Social Demand
Selain
kelebihan, pendekatan kebutuhan sosial ini juga memiliki beberapa kekurangan.
Menurut Arifin (2010) kekurangan pendekatan sosial ini antara lain adalah:
a. Pendekatan ini cenderung hanya untuk
menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada saat itu, yaitu pemenuhan
kebutuhan atau tuntutan layanan pendidikan dasar sebesar-besarnya, sehingga
mengabaikan pertimbangan efisiensi pembiayaan pendidikan.
b. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek
kualitas (jumlah yang terlayani sebanyak-banyaknya), sehingga kurang
memperhatikan kualitas dan efektivitas pendidikan. Oleh karena itu pendekatan
ini terkesan lebih boros.
c. Pendekatan ini mengabaikan ciri-ciri dan
pola kebutuhan man power yang diperlukan di sektor kehidupan ekonomi, dengan
demikian hasil atau output pendidikan cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan
kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
d. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek
pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek
kualitatif. Di samping itu pendekatan ini kurang memberikan jawaban yang tepat
dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena lebih menekankan pada aspek
pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek atau bidang kehidupan yang lain
kurang diperhatikan.
Ada
tiga kritik yang penting sehubungan dengan pendekatan tuntutan sosial ini,
khususnya yang dilancarkan oleh para ahli ekonomi; yaitu sebagai berikut
(Coombs, 1987:35).
1. Pendekatan ini mengabaikan masalah besarnya
sumber alokasi nasional dan menganggap bahwa tidak menjadi masalah berapa
banyak sumber itu mengalir untuk pendidikan yang seharusnya dapat dipakai
dengan baik untuk pembangunan nasional secara keseluruhan.
2. Pendekatan ini mengabaikan sifat dan macam
tenaga kerja yang dihasilkan yang diperlukan oleh sektor ekonomi, jenis
tertentu terlalu banyak dan jenis lain berkurang
3. Pendekatan ini cenderung terlalu merangsang
timbulnya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pendidikan, meremehkan biaya,
dan memeratakan sumber dana yang terbatas untuk terlalu banyak murid yang
mengakibatkan menurunnya kualitas dan efektifitas sedemikian rupa sehingga
pendidikan menjadi sesuatu bentuk penanaman modal yang diragukan.
Maswarita
(2010) Pendekatan model kebutuhan sosial ini didasarkan atas keperluan masyarakat
saat ini dan menitik beratkan pada pemerataan pendidikan seperti wajib belajar
(wajar 9 tahun). Kekurangannya pendekatan model ini adalah:
1. mengabaikan alokasi dalam skala nasional,
2. mengabaikan kebutuhan perencanaan
ketenagakerjaan,
3. cenderung hanya menjawab problem pemerataan
dengan lebih mengutamakan kuantitas daripada kualitas pendidikan.
4. Tujuan pendekatan Social Demand
Pendekatan
ini menitik beratkan pada tujuan pendidikan yang mengandung misi pembebasan
terutama bagi negara-negara berkembang yang kemerdekaannya baru saja diperoleh
setelah melalui perjuangan pembebasan yang sangat lama. Pendidikan membebaskan
rakyat dari rasa ketakutan, dari penjajahan, kebodohan dan kemiskinan. Misi
pembebasan yang menjiwai tuntutan terhadap pendidikan merupakan tekanan keras
bagi penyelenggara pendidikan.
Dengan
melihat karakteristik tuntutan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan
ini lebih menekankan pemerataan kesempatan atu kuantitatif, dibandingkan dengan
aspek kualitatif. Karena itu pendidikan dasar merupakan prioritas utama yang
harus diberikan kepada setiap anak usis SD. Kewajiban belajar merupakan
manifestasi dari tuntutan sosial ini untuk membebaskan populasiusia sekolah
dari tuna aksara.
Tujuan
pendekatan ini adalah untuk memenuhi tuntutan atu permintaan seluruh individu
terhadap pendidikan pada tempat dan waktutertentu dalam situasi perekonomian
politik dan kebudayan yang ada pada waktu itu. Ini berarti bahwa sektor
pendidikan harus menyediakan lembaga-lembaga pendidikan serta fasilitas untuk
menampung seluruh kelompok umur yang ingin menerima pendidikan. Jika jumlah
tempat yang tersedia masih lebih kecil daripadajmlah tempat yang seharusnya
ada, maka dikatakan bahwa permintaan masyarakat melebihi penyediaan.
5. Analisis Kebutuhan Sosial
Apabila
pendekatan kebutuhan sosial ini dipergunakan, maka tugas para perencana
pendidikan harus memperkirakan kebutuhan pada masa yang akan datang dengan
menganalisa:
a. Pertumbuhan penduduk
b. Partisipasi dalam pendidikan (yakni dengan
menghitung prosentase penduduk yang bersekolah)
c. Arus murid dari kelas satu ke kelas yang
lebih tinggi dan dari satu tingkat ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi
(misalnya dari SD ke SLTP ke SMA dan ke perguruan tinggi).
d. Pilihan atau keinginan masyarakatdari
individu tentang jenis-jenis pendidikan.
Selanjutnya
para perencana diminta untuk merencnakan penggunaan tenaga dan fasilitas yang
adasecara optimal dan memobilisasikan dana dan daya upaya agar supaya
permintaan masyarakat terhadap pendidikan menjadi terpenuhi. Dalam banyak
negara, penyediaan pendidikan dasar baik dalam sekolah maupun di luar sekolah
didasarkan pada pendekatan permintaan masyarakat.
Pendekatan
seperti ini sukar diukur dan diteliti, kecuali untuk negara yang sudah melaksanakan
undang-undang kewajiban belajar serta mempunyai data lengkap atau adanya
kebijakan pemerintah.
6. Pertimbangan dalam menyusun pendekatan
Social Demand
Menurut
Efendi(2000:25) ada beberapa hal yan perlu diperhitungkan dalam menggunakan
pendekatan kebutuhan sosial ini, antara lain adalah:
a. Adanya kewajiban belajar yanng dikeluarkan
oleh pemerintah.
b. Kondisi-kondisi sosial ekonomis yang
memungkinkan untuk menyekolahkan anak.
c. Kondisi-kondisi sosial yang ada pada
masyarakat.
d. Kemauan orang dan aspirasi yang berkembang
dalam masyarakat.
e. Motif untuk maju yang ada pada masayarakat
ataupun yang sudah berkembang khususnya pada anak-anak usia sekolah.
f. Tersedianya sumber-sumber dana berupa
beasiswa.
Selain
itu, menurut Arifin (2010), hal yang perlu diperhatikan oleh penyusun dalam
merancang perencanaan pendidikan dengan pendekatan kebutuhan sosial, antara
lain adalah:
a. Melakukan analisis tentang pertumbuhan
penduduknya.
b. Melakukan analisis tentang tingkat partisipasi
warga masyarakatnya dalam pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis
presentase penduduk yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat
memberikan kontribusi dalam peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan
pendidikan.
c. Melakukan analisis tentang dinamika atau
gerak peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi,
misalnya kenaikan kelas, kelulusan dan dropout.
d. Melakukan analisis tentang minat atau
keinginan warga masyarakat tentang jenis layanan pendidikan di sekolah.
e. Melakukan analisis tentang tenaga pendidik
dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan secara maksimal dalam
proses layanan pendidikan.
f. Melakukan analisis tentang keterkaitan
antara output satuan pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan
sosial di masyarakat.
Posting Komentar untuk "Pendekatan Social Demand dalam Perencanaan Pendidikan"