Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Bagaimana Membentuk dan Memelihara Budaya Organisasi

A. Terbentuknya Budaya Organisasi
Bagaimana Membentuk dan Memelihara Budaya Organisasi
Bagaimana budaya oganisasi terbentuk merupakan suatu hal yang cukup penting dipahami dalam upaya mempertahankan atau menggantinya jika memang dirasa tidak sesual lagi dengan implementasi strategi perusahaan.

Stephen P. Robbin (1996) mengungkap bahwa ada tiga proses penciptaan atau pembentukan budaya organisasi ini, yakni

Pertama, para pendiri hanya memperkerjakan dan menjaga karyawan yang berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. 
Kedua, mereka mengkoordinasikan dan mensosisialisasikan para karyawan ini dengan cara berpikir dan mereka merasa, dan 
ketiga, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai dan asumsi-asumsi mereka. 

Bila organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan. Pada kondisi ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam dalam budaya organisasi. Dengan kata lain bahwa budaya organisasi sangat potensial diturunkan dari filsafat pendiri organisasi.

Secara konseptual bahwa keberhasilan organisasi sangat terkait dengan apa yang telah dirancang, dilakukan, dievaluasi dan dikembangkan oleh pendirinya. Seorang pendiri tentu saja memiliki seperangkat filosofi, konsep, nilai-nilai atau asumsi-asumsi ketika memulai usaha atau mem bangun organisasi. la terus berusaha mengimplementasikan asumsi-asumsi atau nilai-nilai itu apalagi apabila ternyata asumsi-asumsi atau nilai telah terbukti memberikan hasil. Berdasarkan pengalaman Implementasi terse but la akan berusaha mensosialisasikan kepada para anggota organisasi sehingga menjadi asumsi-asumsi yang diterima oleh setiap orang dalam organisasi

Selain melalui proses penurunan dari filsafat pendirinya, budaya organisasi juga dapat berkembang melalui kebiasaan, tradisi, atau cara-cara pelaksanaan tugas yang dianggap membawa keberhasilan dalam mengatasi masalah-masalah organisasi. Ini berarti bahwa budaya organisasi terbentuk melalui suatu proses

Misalnya, suatu sekolah swasta ketika menyatakan bahwa setiap guru dan staf harus memiliki loyalitas yang tinggi terhadap sekolah, kemungkinan sekali ini diungkapkan sebagai akibat adanya pengalaman awal bahwa di sekolah para guru dan stafnya sering terjadi turn over (perpindahan kerja) yang tinggi sehingga mengakibatkan terhambatnya banyak kegiatan dan menurunnya mutu sekolah.

Selanjutnya, manifestasi dari nilai ini diwujudkan dalam bentuk pemberian penghargaan yang tinggi kepada para guru dan staf yang loyal dengan sebuah surat penghargaan, sejumlah dispensasi dan sejumlah uang tertentu. Sebuah sekolah yang menilai tinggl kreativitas dan inovasi dapat didasarkan pada pengalaman bahwa peningkatan mutu sekolah banyak diawali oleh adanya pengalaman pengalaman baru, penemuan-penemuan baru dan atau hasil uji coba baru melalui penelitian. Nila-nilai dan asumsi tersebut kemudian dijadikan best practices untuk diteruskan atau dipelihara dan dipertahankan sebagai budaya atau kebiasaan organisasi.

B. Memelihara Budaya Organisasi

Stephen P. Robbin (1996) mengatakan bahwa memelihara budaya dapat dilakukan melalui seleksi, performance evaluation criteria, reward practices, training and career development activity, dan promotion procedure. Ada tiga kekuatan yang memainkan peran yang sangat penting dalam upaya mempertahankan budaya organisasi: praktik seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi.

1. Seleksi

Seleksi adalah suatu proses untuk menentukan pegawai yang akan diterima dari beberapa calon yang potensial. Tujuan eksplisit proses seleksi adalah untuk mengidentifikasi dan mempekerjakan individu individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi. 

Dalam seleksi, organisasi harus secara teliti membuat prosedur seleksi yang benar. Kriteria yang sesuai dengan nilai budaya organisasi diinginkan untuk mendapatkan orang yang memiliki kecenderungan perilaku yang sesuai dengan yang diinginkan oleh budaya yang sudah berkembang ataupun untuk mendapatkan karakteristik individu yang diinginkan. 

Proses penilaian merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat prestasi seorang pegawai yang ditujukan untuk kenaikan Jabatan atau kenaikan gaji. Penilaian tersebut didasarkan pada seperangkat kriteria tertentu yang diciptakan organisasi sesuai nilai-nilai dan asumsi-asumsi yang berlaku. Kriteria tersebut blasanya mengacu pada perilaku yang dilakukan. 

Misalnya, bila loyalitas merupakan suatu perilaku yang dianggap penting, hal itu harus menjadi salah satu kriteria penilaian; bila Inisiatif menjadi suatu yang dianggap penting, la harus pula menjadi kriteria penilaian. Hal ini tentu saja harus dilakukan secara konsisten. Para ahli perilaku mengatakan akan menghindari perilaku yang tidak memiliki efek terhadap apa yang diinginkan dan mengulangi perilaku yang mempunyai efek terhadap apa yang diinginkan.

Setiap orang yang bekerja selalu menginginkan sesuatu dari apa yang dilakukan. Para ahli mengatakan bahwa perilaku senantiasa berorientasi pada tujuan (behavior is not random). Seorang pengawal yang menunjukkan perilaku loyal (apabila itu dinginkan) harus diberikan suatu ganjaran (reward) dalam bentuk yang sangat diinginkan, misalnya organisasi dapat memberikan sebuah surat penghargaan dan sejumlah uang sebagai konsekuensi dari loyalitas.

Pelatihan dan pengembangan merupakan proses untuk meningkat kan pengetahuan para anggota organisasi tentang bagaimana melakukan suatu pekerjaan yang berkaitan dengan penggunaan perangkat tertentu dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaan pada saat ini atau jangka pendek. 

Selain itu, pelatihan dan pengembangan merupakan poses untuk meningkatkan pengetahuan dalam bentuk apa dan mengapa suatu pekerjaan harus dilakukan dan pekerjaan-pekerjaan apa yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Ini sesungguhnya, selain memberikan keterampilan teknik, harus pula menanamkan nilai-nilai dan pola perilaku dalam melakukan pekerjaan.

Promosi merupakan sesuatu yang senantiasa didambakan setiap pekerja karena promosi akan meningkatkan status seseorang sekaligus dapat meningkatkan gaji seseorang. Sistem promosi dapat berdasarkan senioritas, prestasi, atau gabungan keduanya.

2. Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak Juga mempunyai dampak besar terhadap budaya besar terhadap organisasi. Pada tingkatan yang mana mereka mengatakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, umpama, apakah pengambilan resiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pacaran apakah yang pantas, dan tindakan apakah yang harus dihargal dalam kenaikan upah, promosi dan ganjaran lain.

3. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses adaptasi. Adaptasi yang dimaksudkan dalam buku ini adalah adaptasi karyawan/anggota organisasi pada budaya organisasi. Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya terindoktrinasi budaya organisasi yang mereka masuki. Mungkin yang paling penting, karena mereka tidak kenal baik dengan budaya organisasi, karyawan baru mengganggu keyakinan dan kebiasaan yang ada. Oleh karena itu, melalui proses sosialisasi, organisasi memiliki potensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budaya organisasi. 

Sesuatu yang perlu diingat oleh organisasi bahwa saat yang paling penting dalam proses sosialisasi karyawan adalah pada saat mereka memasuki itu. Saat inilah waktunya yang paling tepat organisasi membentuk perilaku karyawan baru berbudaya menjadi karyawan sebagaimana organisasi harapkan. Kekurang tepatan sosialisasi karyawan, akan menjadikan karyawan gagal mempelajari perilaku peran yang hakiki dan mungkin sekali berakibat karyawan yang "non kompromis atau pemberotak".

Proses sosialisasi dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu "pre-arrival stage, encounter stage and metamorphosis stage" (Van Maanen and E.H.Shein, 1977). Pre-arrival stage merupakan suatu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi. Pada tahap ini organisasi mengakui bahwa setiap individu datang dengan membawa seperangkat nilai, sikap dan harapan. Hal ini tidak hanya mencakup pekerjaan yang mau dilakukan tetapi juga organisasi secara utuh. Dalam banyak pekerjaan, terutama kerja profesional, anggota baru akan menjalani sosialisasi awal dalam bentuk pelatihan dan lembaga itu sendiri,

Maksud utama pelatihan Ini, pada lembaga pendidikan guru, misalnya, adalah mensosialisasikan calon guru agar bersikap dan berpen laku yang diinginkan oleh lembaga pendidikan guru tersebut. Jika pimpinan lembaga pendidikan guru yakin bahwa guru yang sukses adalah guru yang memenuhi etika guru, berkomitmen sebagai pendidik, berpendirian mutu kualitas lulusan sebagai sasarannya, bekerja keras, berhasrat untuk berprestasi, dan bersedia untuk menerima pengarahan dari atasan, maka eksekutif lembaga pendidikan guru akan memberikan pelatihan dan mempekerjakan calon guru yang telah dibentuk dan dilatih yang demikian, Namun sosialisasi melamphul pekerjaan ini, yakni tidak hanya latihan awal atau spesifik. Sosialisasi sangat luas adanya. 

Proses seleksi dalam kebanyakan organisasi digunakan untuk memberi tahu calon karyawan mengenal organisasi Itu secara keseluruhan dan Implisit bahwa karyawan yang akan diterima adalah yang cocok asumsi-asumsi dan nilai yang sesuai dengan lembaga Encounter stage atau tahap perjumpaan merupakan tahap proses sosialisasi di mana para karyawan baru melihat seperti apa sesungguhnya organisasi itu. Di sini para karyawan baru menemui kemungkinan persib pangan dikotomi antara harapan harapannya dengan yang terjadi, Jika harapan harapan itu tidak terbukti - mungkin lebih atau kurang akurat - tahap perjumpaan ini hanya memberikan penegasan apa yang telah diperoleh sebelumnya. Namun, ini sering bukan yang menjadi persoalan nya. Ketika antara harapan dan kenyataan berbeda, karyawan baru harus mengalami sosialisasi yang akan memisahkan dia dari asumsi-asumsi yang diterima sebelumnya dan menggantikan mereka dengan serangkaian setting yang lain yang organisasi Inginkan. Bila sosialisasi ini tidak berhasil akan kemungkinan karyawan baru akan mengalami dilusi yang la inginkan dan mengundurkan diri.

Metamorphosis stage atau tahap metamorfosis merupakan proses sosialisasi di mana karyawan baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi. Sosialisasi dapat dilakukan secara formal, informal, serial, random, pelantikan dan pelepasan. Dari berbagai cara sosialisasi, para ahli sependapat bahwa semakin manajemen mengandalkan program sosialisasi yang formal, kolektif, serial, dan menekan keterbukaan, makin besar kemungkinan bahwa perbedaan dan perspektif pendatang baru itu akan dilepaskan dan beralih pada perilaku yang terbakukan dan dapat diramalkan. Seleksi secara bijak oleh manajemen terhadap pengalaman sosialisasi pendatang baru dapat menciptakan budaya konformis yang akan mempertahankan tradisi dan budaya organisasi.

Sosialisasi budaya organisasi terhadap pendatang baru dikatakan selesai dan berhasil atau terjadi metamorfosis bagal para pendatang baru apabila pendatang baru itu telaah merasa nyaman dengan budaya organisasi dan pekerjaannya. Artinya para pendatang baru itu telah memahami, menerima dan menginternalisasi norma-norma, nilai-nilai organisasi dan kelompok kerjanya serta merasa diterima, dipercaya dan dihargai ditempat kerjanya.

Posting Komentar untuk "Bagaimana Membentuk dan Memelihara Budaya Organisasi"