Modul Pengembangan Profesi Guru
BAB I
GURU SEBAGAI
PROFESI
A. PENGERTIAN
PROFESI
Menurut Udin
Syaefudin Saud profesi pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang
menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh
kepercayaan pihak yang memerlukannya (2009: 4). Udin menambahkan bahwa suatu
profesi berkembang dari pekerjaan (vocation)
yang kemudian berkembang makin matang. Menurutnya profesionalisme ditunjang
oleh tiga hal, yaitu keahlian, komitmen, dan keterampilan. Ketiga hal tersebut
pertama-tama dikembangkan melalui pendidikan pra-jabatan dan selanjutnya
ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/latihan dalam jabatan. Karena
keahliannya yang tinggi, maka seseorang dibayar tinggi (well educated, well trained, well paid) merupakan salah satu prinsip
profesionalisme.
Sedangkan Everet Hughes dalam
Piet A. Sahertian menyatakan bahwa profesi pada hakikatnya adalah suatu
persyaratan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang itu
mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut
merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu (1994: 26).
Menurut Rusman (2011:16) Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam
melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise),
menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi.
Selanjutnya syafruddin Nurdin (2005: 14) mengatakan bahwa dalam profesi
digunakan teknik dan prosedur intelektual yang harus dipelajari secara sengaja
sehingga dapat diterapkan untuk kemaslahatan orang lain. Lebih lanjut ia
menambahkan bahwa seorang pekerja profesional dapat dibedakan dari seorang
amatir walaupun sama-sama menguasai sejumlah teknik dan prosedur kerja
tertentu, seorang pekerja profesional harus memiliki informed responsiveness ”ketanggapan yang berlandaskan kearifan”
terhadap implikasi kemasyarakatan atas objek kerjanya. Dengan perkataan lain
seorang pekerja profesional memiliki filosofi untuk menyikapi dan melaksanakan
pekerjaannya.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan
hasil dari belajar yang dilakukan secara sungguh-sungguh melalui pendidikan dan
pengalaman serta latihan-latihan sehingga menciptakan keahlian, keterampilan,
dan komitmen yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga bagi pihak lain.
B. ISTILAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROFESI
Sanusi et.al dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 6) menyebutkan terdapat lima
istilah yang berkaitan dengan profesi, yaitu :
1.
Profesi adalah jabatan yang menuntut keahlian dari
para anggotanya. Artinya ia tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak dilatih
secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
2.
Profesional manunjuk pada dua hal. 1) orang yang
menyandang suatu profesi. 2) penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan
yang sesuai dengan pekerjaannya.
3. Profesionalisme menunjuk pada komitmen untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya secara terus-menerus.
4. Profesionaalitas mengacu pada sikap para anggota
profesi terhadap pengetahuan dan keahliannya.
5. Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan
kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria standar yang dilakukan
melalui pendidikan pra-jabatan maupun dalam-jabatan sehingga profesionalisasi
merupakan proses yang live-long dan never ending.
C. KARAKTERISTIK DAN SYARAT PROFESI
Rochman Natawidjaja dalam Syafruddin Nurdin (2005: 15) mengemukakan
beberapa kriteria sebagai ciri suatu profesi.
1.
Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas,
2.
Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan
pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki
standar akadmik yang memadai dan yang bertanggungjawab tentang pengembangan
ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu,
3. Ada organisasi yang mewadahi para pelakunya untuk
mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya,
4. Ada etika dan kode etik yang mengatur perilaku para
pelakunya dalam memperlakukan kliennya,
5.
Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil
dan baku,
6. Ada ppengakuan masyarakat (profesional, penguasa, dan
awam) terhadap pekerjaan itu.
Menurut sanusi et al dalam Soetjipto (2009: 17) karakteristik profesi
meliputi.
1.
Jabatan yang memiliki fungsi krusial,
2.
Jabatan yang menuntut keahlian,
3.
Keahlian yang dimiliki diperoleh melalui pemecahan
masalah menggunakan teori dan metode ilmiah,
4.
Jabatan itu berdasarkan pada suatu disiplin ilmu yang
jelas,
5.
Jabatan itu memerluakn pendidikan perguruan tinggi
yang lama,
6.
Proses pendidikan itu merupakan aplikasi sosialisasi
nilai-nilai profesional,
7.
Dalam memberikan layanan berpegang pada kode etik,
8. Tiap anggota profesi memiliki kebebasan memberikan judgement
terhadap permasalahan profesinya,
9.
Dalam melakukan pelayanan bebas dari campur tangan
orang luar,
10.
Jabatan itu memiliki prestise dan imbalan yang tinggi.
Persyaratan khusus profesi menurut Moh. Ali (1985) dalam Uzer Usman (2011:
15) adalah sebagai berikut:
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang
profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika khidupan.
Sedangkan Syafruddin Nurdin dalam bukunya Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum (2005: 18) mengacu pada pendapat T. Raka Joni menyatakan bahwa bidang
keguruan belum merupakan profesi dalam arti yang sepenuhnya. Akan tetapi ia
menambahkan, apabila kita memusatkan kepedulian pada kebutuhan akan sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi dan diperlukan untuk melestarikan keyakinan
bangsa dan negara, maka penanganan layanan pendidikan, mulai dari perencanaan
sampai dengan penyelenggaraannya dari hari kee hari mutlak mensyaratkan
tenaga-tenaga profesional. Penyiapan generasi muda melalui sistem magang (anak
petani ikut ayah ke sawah, anak nelayan ikut ayah ke laut dan sebagainya) jelas
sudah tidak memadai lagi untuk bertahan dalam abad informasi ini. sebaliknya
penyiapan menjemput hari esok saat ini membutuhkan guru-guru yang benar-benar
memiliki ketanggapan yang berlandaskan kearifan terhadap kemungkinan
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat yang akan datang. Dengan perkataan
lain hanya kepada guru-guru yang profesional masadepan bangsa dapat dipercaya.
Kemudian Robert B. Howsam et al (1976) dalam Soetjipto (2009: 25) menulis
bahwa guru harus dilihat sebagai profesi yang baru muncul, dan karena itu
mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofesional, malahan
mendekati status jabatan profesi penuh.
Soetjipto sendiri menambahkan bahwa jabatan guru sedang berjalan ke arah
profesi dengan ditandai oleh peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengenai yang boleh menjadi guru hanya yang memiliki akta mengajar yang
dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan juga
ditandai dengan adanya Keputusan Menpan No. 26 Tahun 1989 mengenai pemberian
tunjangan fungsional sebagai pengajar yang memungkinkan kenaikan pangkat yang
terbuka.
BAB II
KOMPETENSI GURU
A. KONSEP DASAR KOMPETENSI
Kompetensi merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan profesi
keguruannya. Pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang
ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi
kepentinagn umum (Moh Uzer Usman, 2005: 14).
Perbedaan profesi guru dengan profesi lainnya terletak pada tugas dan
tanggungjawabnya. Tugas dan tanggungjawab erat kaitannya dengan kemampuan guru
itu sendiri (kompetensi guru itu sendiri), Udin Syaefudin Saud (2009: 44),
dijelaskannya bahwa kompetensi merupakan pilar dari suatu profesi, seorang
profesional yang kompeten harus dapat menunjukkan karakteristik utamanya,
antara lain:
1.
Mampu melakukan pekerjaan tertentu secara profesional,
2.
Menguasai perangkat pengetahuan mengenai seluk beluk
bidang pekerjaannya,
3.
Menguasai perangkat keterampilan mengenai cara
melakukan pekerjaannya,
4. Memahami perangkat ambang mengenai kelayakan minimal
dan keberhasilan pekerjaannya,
5.
Memiliki daya dan citra unggulan dalam melakukan
tugasnya,
6. Memiliki kewenangan atas kompetensinya sehingga
memungkinkan mendapat pengakuan pihak berwenang.
B. JENIS-JENIS KOMPETENSI
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab
IV Pasal 10 ayat 91 kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.
1.
Kompetensi pedagogik
Kompetensi ini terdiri dari,
a.
Pemahaman terhadap peserta didik,
b.
Pemahaman materi pembelajaran,
c.
Pemahaman kurikulum sekolah,
d.
Mampu melakukan pengembangan yang mendidik,
e.
Penguasaan teknologi,
f.
Mampu mengembangkan potensi peserta didik,
g.
Mampu berkomunikasi efektif,
h.
Evaluasi proses dan hasil belajar,
i.
Mampu melakukak tindakan reflektif untuk peningkatan
kualitas pembelajaran.
2.
Kompetensi kepribadian
a.
Bertindak sesuai norma yang berlaku,
b.
Jujur, berakhlak mulia, dan menjadi teladan bagi
peserta didik,
c.
Mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
d.
Bertanggungjawab dan percaya diri.
3.
Kompetensi sosial
Kompetensi ini meliputi kemampuan untuk beradapatasi
dengan peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan yang lain, wali
murid peserta didik, dan masyarakat sekitar.
4.
Kompetensi profesional
Meliputi penguasaan dan pendalaman terhadap bidang studi
yang dimiliki untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang optimal.
Kompetensi guru di Indonesia juga dikembangkan oleh
Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G). Terdapat sepuluh kompetensi yang
dimaksud:
1.
Menguasai bahan,
2.
Mengelola program belajar-mengajar,
3.
Mengelola kelas,
4.
Menggunakan media belajar,
5.
Menguasai landasan kependidikan,
6.
Mengelola interaksi belajar-mengajar,
7.
Menilai prestasi belajar,
8.
Mengenal fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan,
9.
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah,
10.
Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna
keperluan pengajaran.
Sedangkan Moh Uzer Usman (2005: 16) menyebutkan terdapat dua kompetensi
guru:
1.
Kompetensi pribadi
a.
Mengembangkan kepribadian
b.
Berinteraksi dan berkomunikasi
c.
Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan
d.
Melaksanakan administrasi sekolah
e.
Melaksanakn penelitian sederhana untuk keperluan
pengajaran
2.
Kompetensi profesional
a.
Menguasai landasan pendidikan
b.
Menguasai bahan pengajaran
c.
Menyusun program pengajaran
d.
Melaksanakan program pengajaran
e.
Menilai hasil dan proses belajar mengajar
BAB III
TUGAS,
PERAN, DAN TANGGUNG JAWAB GURU
A. TUGAS GURU
Moh. Uzer Usman (2005: 8) menuliskan bahwa tugas guru meliputi tugas
profesi, kemanusiaan, dan kemasyarakatan.
Tugas profesi antara lain: mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik adalah
meneruskan dan mengembangkan nilai hidup. Mengajar adalah meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melatih adalah mengembangkan
keterampilan-keterampilan siswa.
Tugas kemanusiaan mencakup: guru menjadi orang tua kedua, auto-pengertian, transformasi diri,
autoidentifikasi.
Tugas kemasyarakatan meliputi mendidik dan mengajar masyarakat untuk
menjadi warga negara yang bermoral Pancasila, mencerdaskan bangsa.
Selanjutnya Piet A. Sahertian (1994: 12) menyebutkan tugas guru dibedakan
menjadi tugas personal, sosial, dan profesional.
Tugas personal menyangkut tugas pribadi, yaitu mengadakan refleksi diri
apakah siswa mengerti dan memahami apa yang telah diajarkannya.
Tugas sosial berkaitan dengan misi kemanusiaan, yaitu memanusiakan manusia
dan pelayanan manusia.
Tugas profesional menyangkut peran profesinya sebagai guru, yaitu menguasai
pengetahuan, menjadi contoh disiplin, serta menjadi penghubung sekolah dengan
masyarakat.
B. PERAN GURU
Peranan guru menurut Udin Syaefudin Saud (2009: 36) meliputi empat peranan:
1.
Guru sebagai pengajar
Guru dituntut untuk menampilkan diri sebagai
cendekiawan yang paham dan menguasai bidang disiplin ilmu dan mengetahui
bagaimana cara mengajarkannya kepada orang lain.
2.
Guru sebagai pengajar dan pendidik
Guru harus tampil sebagai cendekiawan dan sebagai
pendidik. Jadi selain menguasai disiplin ilmu dan cara pengjarannya juga harus
memiliki pemahaman tentang seluk beluk kependidikan.
3.
Guru sebagai pengajar, pendidik, agen pembaharuan dan
pembangunan masyarakat
Selain sebagai pengajar dan pendidik siswa dalam
berbagai situasi, guru juga sebagai penggerak dan pelopor pembaharuan dan
perubahan masyarakat.
4.
Guru yang berkewenangan ganda sebagai pendidik
profesional dengan bidang keahlian lain selain kependidikan
Untuk mengantisipasi kondisi globalisasi yang dinamis,
maka guru harus siap alih fungsi agar tetap berpeluang meraih taraf dan
martabat hidup yang layak tanpa berpretensi mengurangi makna dan martabat
profesi guru. Hal ini diharapkan agar guru siap menghadapi persaingan penawaran
jasa pelayanan profesional di masa depan.
Moh. Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional menyebutkan peran
guru meliputi:
1.
Peran dalam proses belajar mengajar
a.
Guru sebagai demonstrator
Sebagai seorang lecturer, guru hendaknya menguasai
bahan dan materi pelajaran. Kemudian yang harus disadari oleh seorang guru
adalah bahwa ia sendiri merupakan pelajar yang senantiasa harus selalu
mengembangkan kemampuannya dengan belajar.
Ia harus memmbantu siswa untuk memahami dan mengerti
materi pelajaran yang diajarkannya. Selain itu ia dituntut aktif memberikan
informasi-informasi kepada siswa karena pada hakikatnya ia merupakan sumber
ilmu.
b.
Guru sebagai pengelola kelas
Guru dalam perannya ini harus mampu mengelola kelas
sedemikian rupa menjadi lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga membuat
siswa merasa betah berada di kelas. Guru harus mengusahakan agar kegiatan
belajar mengajar mencapai hasil yang maksimal dengan jalan mengelola
fasilitas-fasilitas yang ada.
Sebagai pengelola kelas diharapkan guru sedikit demi
sedikit dapat menjadikan ketergantungan siswa pada guru lepas. Hal ini tidak
lain adalah agar siswa dapat mandiri.
c.
Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru bagaimanapun harus memahami dan
menguasai berbagai media yang menunjang kegiatan belajar mengajar siswa,
menguasai komunikasi dan interaksi yang baik karena sebenarnya mediator itu
sendiri adalah penghubung dalam kegiatan belajar mengajar.
Sebagai fasilitator, guru dituntut mampu menyediakan
sumber belajar yang bermanfaat bagi kegiatan belajar mengajar. Sumber belajar
ini sangat bervariasi misalnya dari internet, majalah, surat kabar, buku, dal
lain sebagainya.
d.
Guru sebagai evaluator
Evaluator yang baik adalah yang mampu mengetahui
apakah kegiatan belajar mengajar berhasil sesuai dengan tujuan yang dirumuskan
atau belum dan apakah materi yang diajarkan sudah tepat atau belum.
Kegiatan evaluasi ini nantinya digunakan untuk
mengembangkan kebijakan masa pendidikan selanjutnya agar segala kekurangan yang
ada pada masa yang dievaluasi dapat diperbaiki.
2.
Peran guru dalam pengadministrasian
Guru berperan dalam pengambilan inisiatif, yaitu menyangkut
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Guru
sebagai wakil masyarakat yang harus mencerminkan kemauan masyarakat dalam arti
yang baik. Guru menjadi penerjemah kepada masyarakat mengenai semua
perkembangan bidang pendidikan.
Selain hal di atas guru juga berperan dalam pengadministrasian pendidikan,
penegak disiplin, pemimpin generasi muda, dan ahli dalam mata pelajaran.
3.
Peran guru secara pribadi
Guru berperan sebagai petugas sosial yang membantu kepentingan masyarakat.
Guru sebagai pelajar dan ilmuwan, yaitu selalu menuntut ilmu pengetahuan. Guru
sebagai orang tua yang mewakili wali murid, guru sebagai pencari teladan yang
mencarikan teladan bagi siswa-siswanya. Guru sebagai pencari keamanan yang
mencarikan rasaaman bagi siswa-siswanya.
4.
Peran guru secara psikologis
Perannya secara psikologis, yaitu sebagai ahli psikologi pendidikan,
seniman dalam hubungan antarmanusia, pembentuk kelompok sebagai alat
pendidikan, petugas kesehatan mental yang bartanggungjawab atas kesehatan
mental siswa, dan sebagai agen pembaharuan yang berpengaruh terhadap timbulnya
pembaharuan.
Sedangkan Olivia dalam Piet A. Sahertian (1994: 16) mengemukakan sepuluh peran
guru yang meliputi:
1.
Guru sebagai penceramah
2.
Guru sebagai nara sumber
3.
Guru sebagai fasilitator
4.
Guru sebagai konselor
5.
Guru sebagai pemimpin kelompok
6.
Guru sebagai tutor
7.
Guru sebagai manajer
8.
Guru sebagai kepala laboratorium
9.
Guru sebagai perancang program
10.
Guru sebagai manipulator yang dapat mengubah situasi
belajar.
C. TANGGUNG JAWAB GURU
Profesi adalah suatu pernyataan bahwa seseorang melakukan tugasnya dengan
penuh tanggung jawab. Oleh karena itu guru punya tanggung jawab yang
multidimensial. Atas dasar tanggung jawab itu maka tingkat komitmen dan
kepedulian terhadap tugas pokok harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya;
tanggung jawab dalam mengajar, membimbing, melatih, serta mereka yang
dipertanggungjawabkan (Piet A. Sahertian, 1995: 13).
Guru bertugas sebagai pengajar lebih menekankan terhadap tanggung jawabnya
dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Tugas dan tanggung jawab guru
sebagai pembimbing memberi tekanan terhadap tugas memberikan bantuan kepada
siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas dan tanggung jawab
sebagai administrator kelas pada hakikatnya merupakan jalinan antara
ketatalaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. Tanggung
jawab mengembangkan kurikulum membawa implikasi bahwa guru dituntut untuk
mencari gagasan-gagasan baru, penyempurnaan praktik pendidikan, khususnya dalam
praktik penganggaran. Tanggung jawab mengembangkan profesi pada dasarnya ialah
tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga, dan
meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Tanggung jawab dalam membina
hubungan dengan masyarakat berarti guru harus dapat berperan menempatkan
sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaharu
masyarakat (Udin Syaefudin Saud, 2009: 35)
BAB IV
PERANGKAT KEPROFESIAN GURU
KODE ETIK PROFESI KEGURUAN
A. DEFINISI KODE ETIK
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian. Pasal 28 “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.”
2.
Pidato Pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni (Ketua Umum
PGRI) menyatakan bahwa kode etik guru merupakan landasan moral dan pedoman
tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja
sebagai guru (PGRI: 1973).
Kemudian Soetjipto (2009: 30) menuliskan bahwa kode
etik suatu profesi merupakan norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat.
Kode etik keprofesian pada hakikatnya merupakan suatu
sistem peraturan atau perangkat prinsip-prinsip keprilakuan yang telah diterima
oleh kelompok orang-orang yang tergabung dalam himpunan organisasi keprofesian
tertentu (Udin Syaefudin Saud, 2009: 78). Kode etik sebagai pegangan dalam
bertindak dan acuan dalam memelihara dan menjunjung tinggi profesinya. Kode
etik juga merupakan landasan untuk mengajukan tuntutan kepada pihak yang
berwenang dalam hal terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan dari pengemban
profesi yang bersangkutan.
Kode etik memuat preambul dan perangkat prinsip dasar.
Preambul merupakan deklarasi inti yang menjiwai keseluruhan perangkat kode etik
yang bersangkutan. Perangkat prinsip dasar antara lain memuat tanggung jawab,
kewenangan, standar moral dan hukum, standar unjuk kerja termasuk teknik dan
instumen yang dilibatkan, konfidensialitas, hubungan kerja dan sejawat,
perlindungan, keamanan dan kesejahteraan klien, kewajiban pengembangan diri,
dan kemampuan profesional termasuk penelitian serta publisitas keprofesiannya
kepada masyarakat.
Kode Etik Guru adalah norma dan asas
yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan
perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat,
dan warga negara (Kebijakan Pengembangan Profesi Guru: 2012).
B.
PENETAPAN,
TUJUAN, DAN SANKSI KODE ETIK
Kode etik lazim disusun, ditetapkan, dan disahkan oleh organisasi
asosiasi profesi yang bersangkutan, melalui suatu forum formal (kongres atau
konferensi) yang diatur dalam AD/ART. Pada organisasi asosiasi profesi yang
telah mapan biasanya terdapat Dewan atau Majelis Kode Etik yang bertindak
sebagai penegak sehingga kode etik tersebut berlaku secara efektif. Tetapihal
ini belum ditemukan di lingkungan organisasi asosiasi profesi kependidikan
khususnya PGRI (Udin Syaefudin Saud, 2009: 81).
Penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara
perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan
atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut (Soetjipto, 2005:
32).
Tujuan kode etik meliputi hal-hal antara lain: untuk menjunjung
tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanga,
meningkatkan pengabdian para anggota profesi, meningkatkan mutu profesi, dan
meningkatkan mutu organisasi profesi (R. Hermawan S dalam Soetjipto, 2005: 31).
Kemudian Udin Syaefudin Saud (2009: 81) menyatakan bahwa tujuan
pokok diadakannya kode etik ialah untuk menjamin agar tugas pekerjaan
keprofesian terwujud sebagaimana mestinya dan kepentingan semua pihak
terlindungi sebagaimana layaknya.
Setiap pelanggaran adalah perilaku
menyimpang dan/atau tidak melaksanakana KEGI dan ketentuan perundangan yang
berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang melanggar KEGI dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi profesi
atau menurut aturan negara. Tentu saja, guru tidak secara serta-merta dapai
disanksi karena tudingan melanggar Kode Etik profesinya. Pemberian sanksi itu
berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian rekomendasi sanksi terhadap
guru yang melakukan pelanggaran terhadap KEGI merupakan wewenang Dewan
Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Pemberian sanksi oleh DKGI sebagaimana harus
objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar
organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh
organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah wajib ini normatif sifatnya.
Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran
dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu, siapapun yang
mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI, organisasi
profesi guru, atau pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat
melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru
dan/atau penasehat hukum menurut jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan
DKGI (Kebijakan Pengembangan Profesi Guru: 2012).
C.
KODE ETIK
GURU INDONESIA (KEGI)
Kode Etik Guru Indonesia dibuat oleh Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus
II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI
No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI versi PGRI
seperti telah diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan) bersama Pengurus Besar Persatuan Guru Republik
Indonesia (PB-PGRI) tahun 2008. Di bawah ini mengenai substansi esensial Kode
Etik Guru Indonesia:
1. Hubungan
guru dengan peserta didik
Ø Guru
berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Ø
Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan
mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan
anggota masyarakat.
Ø
Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik
secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
Ø
Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya
untuk kepentingan proses kependidikan.
Ø
Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus
harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang
menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta
didik.
Ø
Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa
kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar
batas kaidah pendidikan.
Ø
Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang
dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
Ø
Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk
kemampuannya untuk berkarya.
Ø
Guru menjunjung tinggi harga diri,
integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
Ø
Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya
secara adil.
Ø
Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi
kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
Ø
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan
penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
Ø
Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta
didiknya dari kondisikondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan
gangguan kesehatan, dan keamanan.
Ø
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk
alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum,
kesehatan, dan kemanusiaan.
Ø
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya
kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan,
moral, dan agama.
Ø
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional
dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
2. Hubungan
guru dengan orang tua/wali siswa
Ø Guru
berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
Ø Guru
memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai
perkembangan peserta didik.
Ø Guru
merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
Ø Guru
memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam
memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Ø Guru
bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan
kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
Ø Guru
menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya
berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
Ø Guru
tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali
siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
3. Hubungan
guru dengan masyarakat
Ø Guru
menjalin komunikasi dan kerjasama yang
harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan
mengembangkan pendidikan.
Ø
Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
Ø
Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat.
Ø Guru
bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan
martabat profesinya.
Ø Guru
melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif
dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
Ø Guru
mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,
moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
Ø Guru tidak
boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
Ø
Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan
bermasyarakat.
4. Hubungan
guru dengan sekolah dan rekan sejawat
Ø
Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi
sekolah.
Ø Guru
memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan
proses pendidikan.
Ø
Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
Ø
Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
Ø
Guru menghormati rekan sejawat.
Ø
Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
Ø Guru
menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan
standar dan kearifan profesional.
Ø Guru dengan berbagai cara harus membantu
rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis
pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
Ø Guru
menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat
profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
Ø Guru membasiskan-diri
pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan
profesional dengan sejawat.
Ø Guru
memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan
pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
Ø
Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari
kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
Ø
Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru
berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi
sejawat atau calon sejawat.
Ø
Guru tidak boleh melakukan
tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi
dan profesional sejawatnya.
Ø
Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional
sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Ø
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk
pertimbanganpertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
Ø
Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung
atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
5. Hubungan
guru dengan profesi
Ø
Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
Ø Guru
berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi
yang diajarkan.
Ø
Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
Ø Guru
menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan
tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
Ø Guru
menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual,
dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
Ø Guru
tidak boleh melakukan tindakan dan
mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
Ø Guru
tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi
keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
Ø Guru
tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan
tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan
pembelajaran.
6. Hubungan
guru dengan organisasi profesi
Ø
Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta
secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan
kependidikan.
Ø
Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang
memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
Ø
Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi
pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan
masyarakat.
Ø
Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas
konsekuensinya.
Ø
Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk
tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan
profesional lainnya.
Ø
Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
Ø
Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk
memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
Ø
Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai
organisasi profesi tanpa alasan yang dapa dipertanggungjawabkan.
7. Hubungan
guru dengan pemerintah
Ø Guru
memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan
sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
Ø Guru
membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
Ø Guru
berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ø Guru
tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
Ø
Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang
berakibat pada kerugian negara.
Sumber: Kebijakan
Pengembangan Profesi Guru: 2012.
BAB V
PERANGKAT KEPROFESIAN GURU
ORGANISASI
ASOSIASI KEPROFESIAN
A. EKSISTENSI, MOTIF, DAN FUNGSI ORGANISASI ASOSIASI
KEPROFESIAN
Organisasi profesi lahir sebagai akibat perkembangan jenis bidang tertentu
yang semakin meningkat dan diprakarsai oleh para pengemban bidang yang
bersangkutan.
Basuni dalam Soetjipto (2005: 35) menyebutkan bahwa misi utama dari PGRI
adalah: 1) misi politis/ideologi, 2) misi persatuan organisatoris, 3) misi
profesi,4) misi kesejahteraan. Yang kemudian Soetjipto menambahkan bahwa misi
yang menonjol dalam PGRI adalah misi pertama dan kedua. Hal ini ditandai oleh
adanya wakil-wakil PGRI pada badan legislatif.
Motif dasar lahirnya organisasi asosiasi keprofesian sangat bervariasi,
antara lain: sosial, politik, ekonomi, kultural, dan pandangan tentang sistem
nilai. Tetapi pada umumnya mempunyai motif solidaritas antarpengemban bidang
pekerjaan yang bersangkutan atas dasar dorongan dalam diri mereka
sendiri/intrinsik dan tuntutan lingkungannya/ekstrinsik. Motif intrinsik
berkaitan dengan permasalahan nasib, yaitu kesadaran akan penghidupan yang
layak. Motif intrinsik juga berkaitan dengan dorongan jiwa untuk melaksanakan
pengabdian secara ikhlas. Sedangkan motif ekstrinsik berkaitan dengan tuntutan
masyarakat pengguna jasa, persaingan, dan perkembangan jaman/pengetahuan dan
teknologi (Udin Syaefudin Saud, 2009: 83)
Organisasi profesional keguruan Indonesia yang dibentuk pada 25 Nopember
1945 selain menjadi wadah untuk menyatukan tujuan juga berfungsi untuk melindungi anggotanya,
meningkatkan dan mengembangkan karir, serta mensejahterakan anggotanya.
B. BENTUK, CORAK, DAN STRUKTUR ORGANISASI ASOSIASI
KEPROFESIAN
Dalam bidang pendidikan terdapat berbagai bentuk
organisasi asosiasi profesi,
1.
Persatuan, misalnya PGRI (Persatuan Guru Republik
Indonesia), Australian Aducation Union, Singapore Teacher’s Union, National
Union of the Teaching Profession Malaysia, Japan Teacher’s Union.
2.
Federasi, misalnya All India Federation of Teachers
Organisations, Bangladesh Teachers’Federation, Federation of Elementary
Education Teachers’ Association of Thailand.
3.
Aliansi, antara lain Alliance of Concered Teachers’
Philipina.
4.
Asosiasi, banyak terdapat di berbagai negara.
Corak
organisasi asosiasi keprofesian antara lain menurut
1.
Jenjang pendidikan dimana mereka bertugas (dasar,
menengah, perguruan tinggi)
2.
Status penyelenggara kelembagaan pendidikan (negeri,
swasta)
3.
Bidang studi (bahasa Inggis, Matematika, dan lainnya)
4.
Latar belakang etnis (Cina, Melayu, dan lainnya)
Struktur
dipandang dari jangkauan wilayah
1.
Lokal
2.
Nasional
3.
Internasional (WCOTP, WFTU, dan lainnya)
Di indonesia terdapat PGRI yang telah mendapat pengakuan pemerintah, MGMP
(Musyawarah Guru Mata pelajaran) yang bertujuan untuk meningkatkan mutu guru
dalam kelompoknya masing-masing, ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia yang
terdiri dari divisi IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia), HISAPIN
(Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia). Tetapi hubungan antara
organisasi tersebut masih belum tampak secara nyata (Soetjipto, 2005: 37).
C. PROGRAM OPERASIONAL DAN AD/ART/KONVENSI
AD/ART/Konvensi mengatur segala hal yang berkaitan dengan seluk-beluk
keorganisasian, seperti visi, misi, fungsi dan peranan, serta tugas, wewenang
dan tanggung jawabnya termasuk penyelenggaraan dan program kerjanya. Bagi
profesi keguruan, telaah dokumen yang relevann, antara lain AD/ART PGRI, IPTBI,
dan lainnya.
Program kerja suatu organisasi asosiasi keprofesian disusun dan
dipertanggungjawabkan kepada anggotanya melalui forum resmi yang juga diatur
dalam AD/ART/konvensi. Program kerja suatu organisasi asosiasi keprofesian
mencakup hal-hal:
1.
Upaya yang menunjang terjaminnya pelaksanaan hak dan
kewajiban para anggotanya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Termasuk di
dalamnya mengenai jaminan hukum, hidup, keluarga, sosial, hari tua, dan kesejahteraan
yang layak sehingga dapat menunaikan kewajibannya dengan rasa aman, penuh
kegairahan dan keikhlasan.
2.
Upaya-upaya yang memajukan dan mengembangkan kemampuan
profesional dan karir para anggotanya melalui berbagai kegiatan ilmiah dan
profesional, seperti seminar, simposium, penerbitan, clearing house, penataran,
dan lokakarya.
3.
Upaya-upaya yang menunjang bagi terlaksananya hak dan
kewajiban pengguna jasa pelayanan profesional, baik keamanan maupun
kualitasnya, sebagaimana diatur dalam kode etik.
4.
Upaya-upaya yang bertalian dengan pengembangan dan
pembangunan yang relevan dengan bidang keprofesiannya. Bagi organisasi profesi
pendidikan, antara lain:
a.
Turut serta dalam pembuatan undang-undang kependidikan
seperti pembuatan undang-undang dengan peraturan pelaksanaannya.
b.
Turut serta dalam pengembangan kurikulum dan sistem
pendidikan.
c.
Turut serta dalam penentuan standar pendidikan dan
latihan prajabatan dan dalam jabatan profesi keguruan.
d.
Dan sebagainya.
Sumber: Pengembangan Profesi Guru (Udin Syaefudin Saud,
2009: 87).
BAB VI
PERANGKAT KEPROFESIAN GURU
PENGAKUAN, PERLINDUNGAN, DAN PENGHARGAAN PROFESI GURU
A. PENGAKUAN PROFESI GURU
Keberadaan profesi di masyarakat bukan diakui dan diyakini oleh pengemban
profesi semata, tetapi diakui dan dirasakan pula manfaat dan kepentingannya
oleh masyarakat yang bersangkutan.
Status profesi di bidang kependidikan, khususnya guru/pengajar sampai saat
ini baik secara nasional maupun internasional baru memperoleh
pengakuan/recognation sebagai profesi bayaran yang diangkat oleh pemerintah
maupun organisasi yang memerlukannya. Dengan demikian profesi keguruan masih
belum memperoleh pengakuan sebagai suatu profesi yang bersifat mandiri. Secara
internasional pengakuan tersebut dirumuskan dan dinyatakan secara resmi dalam
suatu deklarasi resmi Konferensi Internasional antar Pemerintah yang
diselenggarakan di Paris oleh UNESCO dan ILO pada 21 September s/d 5 Oktober
1966. Tetapi secara nyata/defacto profesi keguruan sudah mengarah ke
profesimandiri dengan maraknya permintaan privat-les pada berbagai bidang
pelajaran tertentu. Hal ini merupakan awal pelayanan individual secara
profesional (Udin Syaefudin Saud, 2009: 90)
Pengakuan status guru merupakan pengakuan resmi pemerintah bahkan secara
yuridis hal itu telah jauh melangkahi apa yang kini dihadapi oleh profesi
keguruan dalam forum internasional. Menurut Basyuni Suriamirdja di dalam UNESCO
dan ILO status guru masih dalam taraf rekomendasi. Di negara kita status itu
bukan lagi rekomendasi melainkan telah ditegaskan secara yuridis melalui
Undang-Undang (Syafruddin Nurdin, 2005: 8). Undang-Undang yang dimaksud adalah
UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 (Pasal 39, 40, 41, 43, 44) mengakui eksistensi
guru sebagai profesi serta sekaligus memberikan perlindungan hukum dan
pengakuan yang lebih pasti terhadap jabatan guru.
B. PERLINDUNGAN PROFESI GURU
Perlindungan guru di Indonesia di atur dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun
1992 tentang Tenaga Kependidikan. Selanjutnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dan kemudian dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dan dalam PP No. 74 Tahun 2008.
1.
Ranah perlindungan profesi guru
Sesuai dengan Pasal 39 UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, ranah perlindungan tersebut meliputi:
a.
Perlindungan hukum
Meliputi perlindungan terhadap tindakan yang tidak
bertanggung jawab baik dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi maupun pihak lain. Perlindungan hukum meliputi:
Ø
tindak kekerasan
Ø
ancaman, baik fisik maupun psikologis
Ø
perlakuan diskriminatif
Ø
intimidasi
Ø perlakuan
tidak adil.
b.
Perlindungan profesi
Perlindungan
profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja (PHK) yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak
wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan
lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Secara rinci,
subranah perlindungan profesi dijelaskan berikut ini.
Ø
Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang
keahlian, minat, dan bakatnya.
Ø
Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan
tugas-tugas profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan
Kehormatan Guru Indonesia.
Ø
Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Ø
Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus
mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau
perjanjian kerja atau
Ø kesepakatan
kerja bersama.
Ø
Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib
melindungi guru dari praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar.
Ø
Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan
pandangan.
Ø Setiap
guru memiliki kebebasan untuk: mengungkapkan ekspresi, mengembangkan kreatifitas,
dan melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses
pendidikan dan pembelajaran.
Ø Setiap
guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
atau pihak lain.
Ø Setiap
guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman,
tekanan, dan rasa tidak aman.
Ø Kebebasan
dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi: substansi,
prosedur, instrumen penilaian, dan keputusan
akhir dalam penilaian.
Ø
Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi: penetapan taraf
penguasaan kompetensi, standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan,
dan menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
Ø
Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi,
meliputi: mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan
akademik, memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi
guru, dan bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.
Ø
Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan
formal, meliputi: akses terhadap sumber informasi kebijakan, partisipasi dalam
pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal, dan memberikan
masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas
dasar
pengalaman terpetik dari lapangan.
c. Perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja
Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Beberapa hal krusial yang terkait
dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi
guru dalam bertugas, yaitu:
Ø
Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas harus mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan
formal, pemerintah dan pemerintah daerah.
Ø
Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman
psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan
langsung, teman sejawat, dan masyarakat luas.
Ø
Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan
terhadap: resiko gangguan keamanan kerja, resiko kecelakaan kerja, resiko
kebakaran pada waktu kerja, resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja,
dan/atau resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
mengenai ketenagakerjaan.
Ø Terbebas
dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak
lain.
Ø Pemberian
asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat:
kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Ø Terbebas
dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat: bahaya
yang potensial, kecelakaan akibat bahan kerja, keluhan-keluhan sebagai dampak
ancaman bahaya, frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja, resiko atas alat
kerja yang dipakai, dan resiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi
tempat kerja.
d. Perlindungan
hak atas kekayaan intelektual
Pengakuan
HaKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan, antara
lain Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta.
HaKI terdiri dari dua kategori yaitu:
Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek,
Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas
Tanaman. Bagi guru, perlindungan HaKI dapat mencakup:
Ø
hak cipta atas penulisan buku,
Ø
hak cipta atas makalah,
Ø
hak cipta atas karangan ilmiah,
Ø
hak cipta atas hasil penelitian,
Ø
hak cipta atas hasil penciptaan,
Ø hak cipta
atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni, serta sejenisnya, dan; hak paten atas hasil karya teknologi.
Sumber:
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru: 2012.
2. Upaya perlindungan
hukum bagi guru
a. Konsultasi
Guru melakukan
konsultasi dengan pihak lain seperti konsultan hukum, penegak hukum, penasehat
hukum untuk meminta pendapat atas persoalan yang dihadapinya.
b. Mediasi
Dalam menyelesaikan
persoalan yang dihadapi guru dengan pihak lain dapat dibantu oleh pihak ketiga
yang disebut pihak mediasi agar timbul kesepakatan tertulis kedua pihak
tersebut. Yang kemudian hasil kesepakatan harus diajukan ke Pengadilan Negeri
selambatnya 30 hari sejak tanggal penandatanganan.
c. Negosiasi dan
perdamaian
Negosiasi merupakan
penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dilaksanakan dengan pertemuan
langsung pihak yang bersengketa dan dalam waktu maksimal 14 hari kesepakatan
tertulis harus sudah disetujui.
Perdamaian adalah
penyelesaian sengketa yang dapat dilkaukan diluar maupun didalam pengadilan.
d. Konsiliasi
Merupakan upaya
penyelesaian sengketa diluar pengadilan.
e. Advokasi ligitasi
Guru dalam
menyelesaikan persoalannya dibantu oleh pengacara yang diharapkan dapat
memberikan ligitasi.
f. Advokasi non-ligitasi
Guru dalam
menyelesaikan persoalannya berupaya mengesampingkan pengadilan dengan
menggunakan alternatif lain di luar pengadilan, misalnya melalui konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Sumber: Kebijakan
Pengembangan Profesi guru: 2012.
C. PENGHARGAAN
PROFESI GURU
Penghargaan
dan imbalan yang diterima guru sesuai dengan pengakuan terhadap statusnya.
Sebagai tenaga yang diangkat mereka memperoleh imbalan gaji serta tunjangan
jabatan fungsionalnya. Pada umumnya imbalan yang dimaksud hanya diperoleh
selama dinas. Di negara-negara maju, meskipun status tenaga profesi kependidikan
sebagai tenaga bayaran, terdapat banyak jenis imbalan lain yang menunjang
kesejahteraan profesionalnya, seperti kesempatan belajar atau bekerja di negara
lain dengan hak imbalan gaji penuh (Udin Syaefudin Saud, 2009: 93).
1. Penghargaan guru
berprestasi
Pemilihan
guru berprestasi dilakukan secara ketat menggunakan tes tertulis, tes
kepribadian, presentasi karya akademik, wawancara, dan penilaian portofolio
yang dilakukan mulai dari tingkat satuan kecamatan sampai nasional.
2. Penghargaan guru SD
berdedikasi di daerah khusus/terpencil
Terdapat
kriteria khusus yang dipersyaratkan bagi guru yang dimaksud untuk dapat
memperoleh penghargaan, yaitu antara lain: 1) Dalam melaksanakan
tugasnya senantiasa
menunjukkan dedikasi luar
biasa, pengabdian, kecakapan,
kejujuran, dan kedisiplinan
serta mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan fungsi- fungsi
profesionalnya dengan segala keterbatasan yang ada di daerah terpencil. 2) Tidak
pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3) Melaksanakan tugas sebagai
guru di daerah
khusus/terpencil
sekurang-kurangnya selama lima
tahun secara terus
menerus atau selama
delapan tahun secara
terputus-putus. 4) Berusia minimal
40 tahun dan
belum pernah menerima
penghargaan yang sejenis di tingkat nasional. 5) Responsif terhadap
persoalan-persoalan yang aktual
dalam masyarakat. 6) Dengan keahlian yang dimilikinya membantu dalam
memecahkan masalah sosial sehingga usahanya
berupa sumbangan langsung
bagi penanggulangan
masalahmasala tersebut. 7) Menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan serta
integritas kepribadiannya dalam
mengamalkan keahliannya
dalam masyarakat. 8) Menyebarkan dan
meneruskan ilmu dan
keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan menunjukkan hasil nyata
berupa kemajuan dalam masyarakat.
3. Penghargaan PLB/PK
berdedikasi
Biasanya dilaksanakan secara tahunan. Untuk seleksi secara
nasional dilakukan di Jakarta dengan peserta dari seluruh propinsi di
Indonesia. Seleksi tersebut melibatkan kriteria pelaksanaan tugas, hasil
pelaksanaan tugas, dan sifat terpuji.
4. Penghargaan
tanda kehormatan satya lencana pendidikan
Penghargaan ini diberikan pada guru yang berkriteria khusus, yaitu
1) pernah bertugas di daerah terpencil selama lima terus-menerus atau delapan
tahun secara terputus-putus. 2) bertugas di daerah perbatasan, konflik, bencana
selama tiga tahun terus-menerus atau enam tahun terputus-putus. 3) bertugas
bukan di daerah khusus selama delapan tahun terus-menerus, jika kepala sekolah
dua tahun. 4) mendapatkan penghargaan tingkat nasional. 5) berperan aktif di
asosiasi profesi, masyarakat, pembangunan pada berbagai sektor. 6) tidak
melakukan pelanggaran.
5. Penghargaan
bagi guru yang berhasil dalam pembelajaran
Dilakukan agar guru terbiasa mendokumentasikan pengalamannya dalam
merancang, menyajikan, menilai pembelajarn, bimbingan dan konseling.
6. Penghargaan
guru pemenang olimpiade
Olimpiade yang dimaksud adalah OSN (Olimpiade Sains Nasional) yang
dilaksanakan secara berjenjang untuk meningkatkan budaya kompetitif,
meningkatkan pengetahuan, mengembangkan kesadaran ilmiah, mengangkat martabat
guru, dan membangun komitmen guru.
7. Pembinaan
dan pemberdayaan guru berprestasi dan guru berdedikasi
Merupakan tindak lanjut terhadap pemilihaan guru berprestasi. Ini
dilaksanakan agar pengetahuan dan wawasan guru selalu berkembang sesuai iptek.
8. Penghargaan
lainnya
Penghargaan lain dapat berupa pelaksanaan studi banding ke
negara-negara lain bagi guru yang berprestasi, anugerah konstitusi tingkat
nasional yang khusus diberikan kepada guru pendidikan kewarganegaraan melalui
seleksi berjenjang.
D.
TUNJANGAN
GURU
Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Pasal
14 bagian kedua disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesian guru
berhak. 1) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial. 2) mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan
tugas dan prestasi kerja. 3) memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas
dan hak atas kekayaan intelektual. 4) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan
kompetensi. 5) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran
untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan. 6) memiliki kebebasan dalam memberikan
penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan atau sanksi kepada
peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan
perundang-undangan. 7) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas. 8) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi
profesi, 9) memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan
pendidikan. 10) memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualifikasi akademik dan kompetensi dan/atau 11) memperoleh pelatihan dan
pengembangan profesi dalam bidangnya (Udin Syaefudin Saud, 2009: 93).
Penghasilan di atas kebutuhan minimum yang dimaksud adalah gaji pokok,
tunjangan yang melekat pada gaji, penghasilan lain yang berupa tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, maslahat tambahan.
Jenis tunjangan guru (Kebijakan Pengembangan Profesi Guru: 2012)
meliputi:
1. Tunjangan
profesi
Tunjangan profesi diberikan kepada semua guru yang memiliki
sertifikat pendidik sampai usia 60 tahun dan besarnya adalah satu kali gaji
pokok guru.
2. Tunjangan
fungsional
Besarnya tunjangan fungsional didasarkan pada golongan kepangkatan
atau ruang jabatannya.
3. Tunjangan
khusus
Tunjangan ini diberikan kepada guru yang bertugas di daerah
khusus, yaitu 1) daerah terpencil atau terbelakang, 2) daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil, 3) daerah perbatasan dengan negara lain, 4)
daerah yang mengalami bencana alam, 5) daerah yang mengalami bencana dan
konflik sosial, 6) daerah yang berada dalam keadaan darurat. Besarnya mencapai
Rp 1.350.000,00 per bulan.
4. Maskahat
tambahan
Maslahat tambahan berupa tunjangan pendidikan, asuransi
pendidikan, beasiswa, penghargaan bagi guru, kemudahan memperoleh pendidikan
bagi putra-putri guru, pelayanan kesehatan dan lainnya yang tercantum dalam
Pasal 19 Ayat 1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
BAB VII
KEBIJAKAN
UMUM PENGEMBANGAN PROFESI GURU
A. PERLUNYA
PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Profesi
keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan.
Sejalan dengan itu, jelas kiranya bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan
menganduang arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian
secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisasi guru merupakan
suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi objektif saat ini
berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam pelaksanaan pendidikan yaitu
perkembangan iptek, persaingan global bagi lulusan pendidikan, otonomi daerah,
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Perkembangan iptek yang cepat
menuntut setiap guru untuk menguasai hal-hal baru yang berkaitan dengan materi
pembelajaran atau pendukung pelaksanaan pembelajaran seperti penggunaan
internet, program multimedia, dan lainnya (Udin Syaefudin Saud, 2009: 98).
Pengembangan profesi guru perlu
mendapatkan perhatian, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya
memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga
membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas
guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap
berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya.
Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspekaspek kepribadian terutama aspek
intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat
karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad
pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetapeksis, baik sebagai
individu maupun sebagai profesional (M. Dimyati Huda, ____: 7)
Sanusi et al (1991: 24) dalam Udin
Syaefudin Saud (2009: 99) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya
profesionalisasi dalam pendidikan.
1. Subjek
pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan
perasaan yang dapat dikembangkan segala potensinya: sementara itu pendidikan
dilandasi nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia
2. Pendidikan
dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan
menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai yang baik secara
universal, nasional, maupun lokal yang merupakan acuan para pendidik, peserta
didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori
pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan
bertolak dari asumsi pokok manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik
untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan
potensi unggul tersebut.
5. Inti
pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog antara
peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah
yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi masyarakat
6. Seiring
terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan manusia
sebagai manusia yang baik, dengan misi instumentasi yaitu alat untuk perubahan
atau mencapai sesuatu.
B.
TAHAP
MEWUJUDKAN GURU PROFESIONAL
1. Penyediaan
guru berbasis perguruan tinggi
Keharusan
seorang guru untuk berijazah minimal S1/DIV dan bersertifikat pendidik.
2. Induksi guru
pemula berbasis sekolah
Program
induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula terhitung mulai dia petama
kali menginjakkan kaki di sekolah sampai benar-benar layak dilepas untuk
menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
3. Profesionalisasi
guru berbasis prakarsa institusi
Prakarsa
ini menjadi penting karena secara umum guru pemula masih memiliki keterbatasan,
baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya sehingga diperlukan
upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4. Profesionalisasi
guru berbasis individu atau menjadi guru madani
Kegiatan
profesionalisasi yang dilaksanakan diharapkan mampu membentuk guru yang
berkualitas.
C.
KEBIJAKAN
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU
Pembinaan dan pengembangan
kompetensi guru tidak lepas dari penilaian kinerja dan uji kompetensi guru.
Melalui penilaian kinerja diketahui kekuatan dan kelemahan guru serta potensi
pengembangannya. Kemudian uji kompetensi menunjukkan apakah guru sudah kompeten
atau belum. Dengan demikian pembinaan dan pengembangan kompetensi guru memiliki
pertimbangan empiris yang kuat. Sebagaimana tercantum dalam Kebijakan
Pengembangan Profesi Guru berikut.
Penilaian kinerja guru (teacher
performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara
efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan amanat
yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja
dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan
pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga
akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan
guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang
studi, maupun guru bimbingan konseling.
Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi
pengembangannya.
Disamping keharusan menjalani
penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat kompetensinya melalui
uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang
kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil
uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu,
sekaligus menentukan kelayakannya.
Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan
apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang
diujikan. Dengan demikian, kegiatan
peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang
kuat. Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru (Badan PSDMPK-PMP, 2012: 11).
D.
ALUR
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU
PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat dua
alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan
profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir.
Pembinaan dan pengembangan profesi meliputi pembinaan dan
pengembangan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Pembinaan dan pengembangan karir meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan
promosi.
Sumber:
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru (PSDMPK-PMP, 2012: 9).
E. PRINSIP
PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN GURU
Syaefudin dan kurniatun (Udin Syaefudin Saud, 2009: 100)
memberikan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan
pengembangan untuk tenaga kependidikan, yaitu:
1. Dilakukan
untuk semua jenis tenaga kependidikan (baik untuktenaga struktural, fungsional,
maupun teknis)
2. Berorientasi
pada perubahan tingkah laku dalam rangka peningkatan kemampuan profesional dan
untuk teknis pelaksanaan tugas harian sesuai posisi masing-masing
3. Dilaksanakan
untuk mendorong meningkatnya kontribusi setiap individu terhadap organisasi
pendidikan
4. Dirintis
dan diarahkan untuk mendidik dan melatih seseorang sebelum dan sesudah
menduduki jabatan
5. Dirancang
untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dalam jabatan, pengembangan profesi,
pemecahan masalah, kegiatan-kegiatan remedial, pemeliharaan motivasi kerja, dan
ketahanan organisasi pendidikan
6. Pengembangan
yang menyangkut jenjang karir sebaiknya disesuaikan dengan kategori
masing-masing jenis tenaga kependidikan itu sendiri.
BAB VIII
PENGEMBANGAN
PROFESI GURU
A. USAHA PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Terdapat berbagai macam program yang dapat dilaksanakan guna
meningkatkan profesi guru. Piet A. Sahertian (1994: 67) menyatakan bahwa
terdapat tiga program pengembangan profesi, yaitu:
1. Program
pre-service education
Sejak Pelita III, diadakan
pembaharuan pendidikan guru, yaitu pengembangan IKIP atau FKIP/FIP yang disebut
sebagai Lembaga Pengadaan Tenaga Pendidikan (LPTK).
LPTK
memiliki empat program pendidikan guru:
a. Program
Sarjana
b. Program
Pasca Sarjana
c. Program
Doktor
d. Program
Diploma, yaitu:
-
Program Diploma 1
-
Program Diploma 2
-
Program Diploma 3
Selain program di atas, juga terdapat program akta mengajar.
Program akta mengajar adalah program yang diberikan kepada orang-orang yang
berasal dari fakultas non-keguruan untuk mendapatkan kemampuan mengajar pada
berbagai tingkatan sekolah. Program ini dibagi menjadi:
a. Akta I,
yaitu sebanyak 20 SKS selama dua semester
b. Akta II,
yaitu sebanyak 20 SKS selama dua semester dan dapat ditempuh oleh orang-orang
yang sudah menyelesaikan 60 SKS pada bidang non-keguruan
c. Akta III,
yaitu sebanyak 20 SKS selama dua semester dan dapat ditempuh oleh orang-orang
yang sudah menyelesaikan 90 SKS pada bidang non-keguruan
d. Akta IV,
yaitu sebanyak 20 SKS selama dua semester dan dapat ditempuh oleh orang-orang
yang sudah menyelesaikan 120 SKS pada bidang non-keguruan
e. Akta V,
yaitu sebanyak 20 SKS selama dua semester dan dapat ditempuh oleh orang-orang
yang sudah menyelesaikan 160 SKS pada bidang non-keguruan.
2. Program
in-service education
Adalah program yang diperuntukkan
bagi orang-orang yang sudah menjabat sebagai guru kemudian memiliki keinginan
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Orang yang berijazah
diploma dapat melanjutkan ke sarjana, orang yang berijazah sarjana dapat
melanjutkan ke pasca sarjana, dan orang yang berijazah pasca sarjana dapat
melanjutkan ke doktor. Ditambahkan bahwa program in-service education merupakan
usaha yang memberi kesempatan kepada guru-guru untuk mendapatkan penyegaran,
atau yang membawa guru-guru ke arah up to
date.
3. Program
in-service training
Umumnya
melalui penataran, terdapat tiga macam penataran:
a. Penataran
Penyegaran, adalah usaha meningkatkan kemampuan guru-guru sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memantapkan kemampuannya agar
dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik
b. Penataran
Peningkatan Kualifikasi, yaitu usaha meningkatkan kemampuan guru-guru sehingga
mereka memperoleh kualifikasi formal tertentu yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan
c. Penataran
Penjenjangan, yaitu usaha meningkatkan kemampuan guru-guru sehingga terpenuhi
persyaratan suatu pangkat tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sementara Soetjipto dan Kosasi (2009: 54) menyebutkan pengembangan
sikap profesional dapat dilakukan dalam pendidikan pra-jabatan maupun seteah
bertugas.
1. Pengembangan
sikap selama pendidikan
Dalam
pendidikan prajabatan calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya.
2. Pengembangan
sikap selama dalam jabatan
Pengembangan
sikap tidak berhenti jika calon guru selesai memperoleh pendidikan prajabatan.
Terdapat banyak usaha yang dapat dilakukan setelah masa prajabatan untuk
meningkatkan sikap profesional, antara lain dilakukan secara formal (penataran,
lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya) dan secara informal
(televisi, radio, koran, majalah, maupun media massa lainnya).
B.
STRATEGI
PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Peningkatan kompetensi guru guru dilaksanakan melalui berbagai
strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan
(diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini.
1. Pendidikan
dan latihan/diklat
a. Inhouse training
merupakan pelatiahan yang dilaksanakan secara internal yang dapat dilakukan
oleh guru yang berkompetensi kepada guru lain yang belum berkompetensi dengan
harapan dapat menghemat biaya dan waktu.
b. Program magang
dilakukan di industri tertentu yang diperuntukkan bagi guru-guru sekolah
kejuruan yang memerlukan pengalaman nyata.
c. Kemitraan sekolah
dilakukan melalui kemitraan sekolah dengan institusi pemerintah maupun swasta
dengan alasan bahwa kelebiahan mitra tersebut dapat dimanfaatkan.
d. Belajar jarak jauh
dapat dilakukan melalui internet dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru dapat
mengikuti pelatihan di tempat yang telah ditetapkan.
e. Pelatihan berjenjang
dilaksanakn di P4TK atau LPMP dimana pelatihan disusun secara berjenjang, dari
jenjang dasar sampai jenjang tinggi. Pelatihan khusus dilakukan karena adanya
perkembangan keilmuan tertentu.
f. Kursus singkat di
LPTK dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi seperti penelitian
tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran, dan lainnya.
g. Pembinaan internal
oleh sekolah, yaitu oleh kepala sekolah kepada guru-gurunya melalui rapat,
diskusi, rotasi mengajar.
h. Pendidikan lanjut
dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar di dalam atau di luar negeri.
2. Kegiatan selain
diklat
a. Diskusi masalah
pendidikan, dilakukan secara berkala.
b. Seminar, memungkinkan
guru berinteraksi dengan koleganya secara ilmiah
c. Workshop, dapat
dilakukan antara lain: menyusun KTSP, analisis
kurikulum, pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
d. Penelitian, misalnya
penelitian kelas, penelitian eksperimen.
e. Penulisan
buku ajar, misalnya buku pelajaran, buku diklat, dan lainnya.
f. Pembuatan
media pembelajaran seperti alat peraga, alat praktikum sederhana, bahan ajar
elektronik (animasi pembelajaran).
g. Pembuatan
karya teknologi/karya seni, seperti karya teknologi yang bermanfaat untuk
masyarakat, pendidikan dan yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh
masyarakat.
Terdapat dua strategi pengembangan:
1. Strategi
datang
Para
peserta datang ke ibukota, propinsi, kabupaten atau kotamadya sehingga mereka
dapat melihat tempat baru yang kemungkinan fasilitasnya lebih lengkap daripada
fasilitas di daerah asal. Tetapi pemerintah membutuhkan bayak biaya antara lain
untuk perjalanan, akomodasi, dan komsumsi.
2. Strategi
pergi
Penatar,
fasilitator, nara sumber mengunjungi daerah-daerah, jadi peserta tidak perlu
pergi ke tempat lain untuk mengembangkan profesinya. Pengeluaran biaya lebih
hemat karena hanya beberapa orang yang melakukan perjalanan. Namun kemungkinan
fasilitas yang diberikan tidak selengkap strategi datang (Piet A. Sahertian
(1995: 71)
C.
TEKNIK
PENGEMBANGAN PROFESI
Neagley Dean Evans dalam Piet A. Sahertian (2005: 82) mengemukakan
dua macam teknik pengembangan:
1. Teknik
yang bersifat individual
2. Teknik
yang bersifat kelompok
Piet A. Sahertian menyamakan teknik
dengan alat sehingga kemudian ia menyajikan sejumlah alat penilai:
1. Check
list
Merupakan
alat observasi untuk mengumpulkan data guna melengkapi informasi yang lebih
objektif terhadap kemampuan mengajar guru.
a. Evaluative
check list adalah daftar yang berisi pernyataan yang disusun dengan menggunakan
skala dua, yaitu “ya” dan “tidak”.
b. Activity
check list adalah daftar keaktifan yang dijawab dengan cara mencheck ya atau
tidak pertanyaan yang ditulis mengenai keaktifan di kelas.
2. Skala penilaian
D.
PENDEKATAN
PENGEMBANGAN PROFESI
1. Pendekatan
direktif
Pendekatan
direktif memiliki pandangan bahwa perkembangan merupakan pengaruh faktor
ekternal sehingga pendekatan dilakukukan dengan memberi arahan terhadap subjek
binaan secara langsung yang sifatnya lebih memberi intervensi daripada memberi
kesempatan.
2. Pendekatan
nondirektif
Pendekatan
nondirektif memandang bahwa subjek binaan sudah memiliki pengetahuan sehingga
pendekatan dilakukan dengan cara mendengarkan pengalaman subjek binaan kemudian
diikuti upaya menghidupkan suasana.
3. Pendekatan
kolaboratif
Pendekatan
kolaboratif melihat bahwa perkembangan merupakan pengaruh ekternal dan
internal/pengalaman, maka pendekatan dilakukan dengan cara mengajak subjek
binaan untuk mengembangkan kretivitasnya. Jadi keduanya sama-sama
berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
(Piet A.
Sahertian, 2005: 100)
BAB IX
PENGEMBANGAN
KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB)
A. PENDAHULUAN
Setiap
tahun guru dinilai kinerjanya secara teratur melalui Penilaian Kinerja Guru (PK
Guru) dan wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). PKB dilaksanakan
sejak guru memiliki golongan kepangkatan III/a dengan melakukan pengembangan
diri, dan sejak golongan kepangkatan III/b guru wajib melakukan publikasi
ilmiah dan/atau karya inovatif. Untuk naik dari golongan kepangkatan IV/c ke
IV/d guru wajib melakukan presentasi ilmiah.
PKB
dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil PK Guru
dan didukung dengan
hasil evaluasi diri. Apabila hasil PK Guru masih berada di bawah standar
kompetensi yang ditetapkan, maka guru wajib mengikuti
program PKB yang diorientasikan sebagai
pembinaan untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan. Sedangkan apabila PK Guru telah mencapai standar kompetensi
yang disyaratkan, maka kegiatan PKB diarahkan
kepada pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas dan
kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah dalam
rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik.
B. TUJUAN PKB
Secara
umum PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di
sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus,
tujuan PKB adalah.
1. Meningkatkan
kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.
2. Memutakhirkan
kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses belajar peserta
didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang.
3. Mewujudkan
guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
tenaga profesional.
4. Menumbuhkan
rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
5. Meningkatkan
citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
C. MANFAAT PKB
1.
Bagi peserta didik
Peserta
didik memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan dan pengalaman belajar
yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal, sehingga mereka
memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam
pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
2.
Bagi guru
PKB
bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta
kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya, sehingga mampu menghadapi
perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta
didik.
3.
Bagi sekolah/madrasah
Menjadi
sebuah organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah dapat
menjadi wadah peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam
memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik.
4.
Bagi masyarakat
Merupakan
jaminan bahwa anak mereka akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas
sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing.
5.
Bagi pemerintah
Memetakan
kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan
kebijakan pembinaan dan pengembangan
profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan; sehingga pemerintah dapat
mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan berkepribadian
luhur.
D. PRINSIP PKB
1.
Setiap guru di Indonesia berhak mendapat kesempatan untuk
mengembangkan diri. Hak tersebut perlu
diimplementasikan secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan.
2.
Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan
pengembangan yang tidak merata, proses penyusunan program
PKB harus dimulai dari sekolah. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB
minimal selama tujuh hari atau 40 jam per
tahun. Alokasi tujuh hari tersebut adalah alokasi minimal. Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dan/ atau sekolah berhak menambah
alokasi waktu jika dirasakan perlu, termasuk
penyediaan anggaran untuk kegiatan PKB.
3. Guru juga
wajib berusaha mengembangkan dirinya semaksimal mungkin dan secara
berkelanjutan. Alokasi waktu tujuh hari per tahun sebenarnya tidak cukup,
sehingga guru harus tetap berusaha pada kesempatan lain di luar waktu tujuh
hari tersebut. Keseriusan guru untuk mengembangkan dirinya merupakan salah satu
hal yang diperhatikan dan dinilai di dalam kegiatan proses pembelajaran yang
akan dievaluasi kinerja tahunannya.
4. Proses
PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri. Sebenarnya guru tidak bisa
‘dikembangkan’ oleh orang lain jika dia belum siap untuk berkembang.
Pihak-pihak yang mendapat tugas untuk membina guru perlu menggali sebanyak-banyaknya
dari guru tersebut (tentang keinginannya, kekhawatirannya, masalah yang
dihadapinya, pemahamannya tentang proses belajar-mengajar, dsb) sebelum
memberikan masukan/saran.
5. Untuk
mencapai tujuan PKB yang sebenarnya, kegiatan PKB harus melibatkan guru secara
aktif sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya, baik dalam
penguasaan materi, pemahaman konteks, keterampilan, dan lain-lain. Jenis
pelatihan tradisional -- yaitu ceramah yang dihadiri oleh peserta dalam jumlah
besar tetapi tidak melibatkan mereka secara aktif – perlu dihindari.
E.
PELAKSANA
PKB
1. Dilakukan
oleh guru sendiri:
a. menganalisis
umpan balik yang diperoleh dari siswa terhadap pelajarannya;
b. menganalisis
hasil pembelajaran (nilai ujian, keterampilan siswa, dll);
c. mengamati
dan menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran;
d. membaca
artikel dan buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi;
e. mengikuti
kursus atau pelatihan jarak jauh.
2. Dilakukan
oleh guru bekerja sama dengan guru lain:
a. mengobservasi
guru lain;
b. mengajak
guru lain untuk mengobservasi guru yang sedang mengajar;
c. mengajar
besama-sama dengan guru lain (pola team teaching);
d. bersamaan
dengan guru lain membahas dan melakukan investigasi terhadap permasalahan yang
dihadapi di sekolah;
e. membahas
artikel atau buku dengan guru lain; dan
f. merancang
persiapan mengajar bersama guru lain.
3. Dilakukan
oleh sekolah :
a. training day untuk semua
sumber daya manusia
di sekolah (bukan
hanya guru);
b. kunjungan
ke sekolah lain; dan
c. mengundang
nara sumber dari sekolah lain atau dari instansi lain.
F.
KEGIATAN
PKB YANG DAPAT DINILAI ANGKA KREDITNYA
1. Pengembangan
diri
Pengembangan diri dilakukan dengan
diklat fungsional (diklat dalam jabatan yang ditempuh pada kurun waktu
tertentu) dan dengan kegiatan kolektif (kegiatan ilmiah di dalam maupun luar
sekolah seperti lokakarya, seminar, koloqium, workshop, bimbingan
teknis, dan diskusi panel).
Guru dapat memperoleh angka kredit
tambahan sesuai perannya sebagai pemrasaran/nara sumber.
2. Publikasi
ilmiah
Publikasi ilmiah adalah karya tulis
ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi
guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah
mencakup tiga kelompok, yaitu: 1) presentasi
pada forum ilmiah, yaitu guru bertindak sebagai nara sumber pada lokakarya,
seminar, dan kegiatan kolektif lainnya di tingkat sekolah, MGMP/KKG, kabupaten,
propinsi, nasional, dan internasional. 2) hasil penelitian atau gagasan ilmu
bidang pendidikan formal seperti karya tulis hasil penelitian, makalah tinjauan
ilmiah di bidang pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer,
dan artikel ilmiah dalam bidang pendidikan. 3) Publikasi buku teks pelajaran,
buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku yang dimaksud dapat berupa buku
pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku pelengkap, modul/diktat
pembelajaran per semester, buku dalam bidang pendidikan, karya terjemahan, dan
buku pedoman guru. Buku termaksud harus tersedia di perpustakaan sekolah tempat
guru bertugas. Keaslian buku harus ditunjukkan dengan pernyataan keaslian dari
kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat bagi guru yang mendapatkan tugas
tambahan sebagai kepala sekolah.
3. Karya
inovatif
Karya inovatif adalah karya yang
bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai bentuk kontribusi
guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan
seni. Karya inovatif ini dapat berupa penemuan
teknologi tepat guna, penemuan/penciptaan atau pengembangan karya seni, pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau
penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun
provinsi.
BAB X
TANTANGAN
PENGEMBANGAN PROFESIONALISASI GURU
A. PENGANTAR
Ronald
Brandt dalam Pengembangan Profesi Guru (Udin Syaefudin Saud, 2009: 116)
menyatakan, “Hampir semua usaha reformasi dalam pendidikan seperti pembaharuan
kurikulum dan penerapan metode mengajar baru, akhirnya tergantung kepada guru.
Tanpa mereka menguasai bahan pelajaran dan strategi belajar mengajar, tanpa
mereka dapat mendorong siswanya untuk belajar ssungguh-sungguh guna mencapai
prestasi yang tinggi, maka segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan
mencapai hasil yang maksimal.”
Ani M. Hasan (2003) dalam
Peningkatan Profesionalitas Guru di Abad Informasi (M. Dimyati Huda,____: 1)
mengatakan abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih
rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar
pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan
yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga
diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi
nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap
manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang
tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
B. TANTANGAN-TANTANGAN
Terdapat beberapa tantangan yang dikemukakan Dedi Supriadi dalam
Pengembangan Profesi Guru (Udin Syaefudin Saud, 2009: 116-118).
1.
Definisi profesi keguruan yang kurang jelas.
Berkaitan dengan definisi profesi keguruan, yaitu kekurang jelasan bidang
garapan dan tingkat keahliannya. Berbeda dengan dokter yang sudah jelas bidang
garapannya.
2.
Desakan kebutuhan masyarakat, sekolah akan guru.
Berkaitan dengan kebutuhan masyarakan, pemerintah terhadap guru yang kemudian
melahirkan pandangan bahwa siapa saja dapat mengajar di muka kelas tanpa
melihat latar belakang pendidikannya.
3.
Sulitnya standar mutu guru dikendalikan dan dijaga.
Penambahan jumlah guru secara besar-besaran menyebabkan standar mutu guru
sulit dijaga dan dikendalikan. Yang kemudian berakibat pada munculnya anggapan
bahwa tidak relevan membicarakan profesionalisme guru di tengah kebutuhan guru
yang mendesak.
4.
PGRI belum banyak aktif.
PGRI belum bertindak secara aktif dalam melaksanakan upaya peningkatan
keprofesionalan guru. PGRI masih berada di tengah-tengah antara pemerintah
dengan guru. Kurangnya dana dan potensi pasar merupakan hal yang menyebabkan
PGRI masih belum bertindak secara aktif.
5.
Perubahan yang terjadi di masyarakat.
Tuntutan dan harapan masyarakat membuat guru semakin
ditantang. Penambahan kemampuan guru selalu berpacu dengan harapan yang kadang
berkembang lebih cepat dan pesat. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah
harapan yang terus bertambah sedangkan kemampuan guru terbatas. Perubahan di
masyarakat berkaitan dengan guru yang pada awalnya merupakan sumber utama untuk
menjawab ketidaktahuan siswa, sekarang sudah terdapat sumber lain seperti
radio, televisi, internet, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kemendikbud. 2012. Kebijakan
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Badan PSDMPK-PMP. (e-book). Diakses
pada 17 Mei 2013.
Nurdin, Syafruddin. 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching.
Sahertian, Piet A. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset
Saud, Udin Syaefudin. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Soetjipto,
dkk. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Usman, Uzer. 2005. Menjadi
Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Widodo, Syukri Fathudin Achmad. ____. Pengembangan Kompetensi Guru. Yogyakarta:
____ (e-book). Diakses pada 4 Juni 2013.
Posting Komentar untuk "Modul Pengembangan Profesi Guru"