Metode dan Media Pendidikan
Yasin (2012:14) menyatakan bahwa metode pengajaraan
yang benar adalah penyampaian (khithab) dan penerimaan (talaqqiy) pemikiran
dari pengajar kepada pelajar. Pemikiran atau akal merupakan instrumen proses
belajar mengajar. Akal merupakan aset yang Allah karuniakan kepada diri
manusia. Dengan keberadaan akal, Allah memuliakan manusia, mengutamakan manusia
dari makhluk–makhluk yang lain, dan menjadikannya sebab penyebab dibebankannya
suatu hukum (manath at–taklif).
Taktala mentransfer pemikiran kepada anak didik
seorang pengajar harus mendekatkan apa yang terkandung dalam pemikiran tersebut
dengan makna–makna yang dipahami oleh anak didik, dengan cara berusaha menghubungkan
antara pemikiran itu dengan fakta yang dicerapnya, atau dengan fakta yang akrab
dirasakan olehnya, sehingga mereka benar–benar memahaminya sebagai sebuah
pemikiran, bukan sekedar informasi.
Suyudi
(2005: 68 – 79) menyatakan bahwa di dalam Al–Qur’an ada beberapa isyarat
tentang metode pendidikan Islam, dan secara global dikelompokkan menjadi tiga
yaitu:
1. Metode
Pemahaman
Metode ini
menuntut pemahaman anak didik terhadap apa yang telah disampaikan. Di antara
jenis metode adalah:
a. Penggunaan Akal (rasio)
Metode ini
merupakan salah satu cara mengoptimalisasikan logika untuk melihat kebenaran
dan kesalahan serta untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil yang
semata–mata didasarkan pada kajian empirik dan bukan taklid buta.
Al – Qur’an menyeru
manusia untuk melakukan percobaan (experiment) guna menegaskan kebenaran yang
telah disampaikan. Hal ini sebagaimana dijumpai dialog Nabi Ibrahim dalam Q.S
Al – Baqarah ayat 260: “Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”.
b. Metode Tamtsil dan Tasybih
Metode ini
digunakan untuk memudahkan dalam menjelaskan sesuatu yang immateri dengan cara
yang mudah dengan memberikan tamtsil (perumpamaan) agar mudah dicerna
oleh rasio. Tamtsil ini merupakan salah satu metode yang dominan yang digunakan
untuk menyampaikan pesan Ilahi dalam Q.S Al–Ankabut ayat 43: “Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu”.
Metode ini
banyak digunakan oleh ilmu eksakta ‘, karena ilmu tersebut hanya bisa dipahami
dengan menggunakan bantuan analogi untuk mencapai objek yang ingin dicapai.
Analogi dari alam indrawi untuk mengetahui di luar jangkauan indra itulah yang
dikehendaki dengan tamtsil.
c. Mengambil Pelajaran
Peristiwa Masa
Lalu Metode ini dipakai Al – Qur’an ketika masa turun, dimana Al– Qur’an
diturunkan secara gradual (munajjaman) sesuai dengan situasi peristiwa (hawadits).
Al–Qur’an mengarahkan agar manusia mencari pengalaman yang dijadikan pelajaran,
dan setiap hambatan dicarikan upaya pemecahan. Peristiwa masa lalu merupakan
sarana efektif untuk menghubungkan materi penagajaran dengan kondisi jiwa anak
didik untuk menghantarkan kepada kesuksesan.
2. Metode
Penyadaran
Metode ini
dikonsentrasikan untuk memberikan kesadaran terhadap anak didik dalam menyerap
nilai–nilai pendidikan:
a. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Seorang muslim
diberi oleh Allah tugas dan tanggungjawab melaksanakan peserta didikan “amar
ma’ruf nahi munkar”. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan alat/media
dalam pendidikan. Perintah adalah suatu keharusan untuk berbuat atau
melaksanakan sesuatu. Suatu perintah akan mudah ditaati oleh peserta didik jika
pendidik sendiri menaati peraturan-peraturan dan larangan dikeluarkan apabila
si peserta didik melakukan sesuatu yang tidak baik atau membahayakan dirinya.
b. Memberi Mau’izah dan Nasihat
Al-Qur’an juga
menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia
kepada ide yang dikehendakinya. Di dalam al-Qur’an, kata-kata yang menerangkan
tentang nasehat diulang sebnyak 13 kali yang tersebut dalam 13 ayat didalam
tujuh surat. Diantara ayat-ayat tersebut berkaitan dengan para Nabi terhadap
umatnya. Salah satunya contoh nasihat Nabi Saleh kepada kaumnya, dalam firman
Allah: “Maka berpaling dari mereka dan (Nabi Saleh) berkata:”hai kaumku aku
telah menyampaikan kepadamu amanat dari Tuhanku, dan aku telah memberimu
nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yangmemberi nasihat.”(Q.S.
al-‘Araf : 79)
c. Pemberian Ganjaran dan Hukum
Dalam sebuah Hadith
menyebutkan: “Cintailah anak-anak dan kasih sayangi lah mereka. Bila
menjanjikan sesuatu kepada mereka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui
hanya kamulah yang memberi mereka rezeki. (HR. Ath-Thahawi).
Menurut
Al-Gazzaly “Karena dengan menegur secara kasar/keras akan menyingkapkan rasa
takut dan menimbulkan keberanian menyerang orang lain, dan mendorong timbulnya
keinginan untuk melakukan pelanggaran, sedang cara yang mendorong ke arah
pengertian (metoda ta’ridh) atau cara persuatif, membuat anak cenderung ke arah
mencintai kebaikan, dan berfikir kreatif dalam memahami suatu kejadian oleh
karena itu dengan cara ini anak akan dapat mengambil faedah dari kegemaran
berpikir kritis terhadap suatu makna dalam setiap kejadian bahkan senantiasa
mereka mencintai ilmu beserta sebab-sebab timbulnya ilmu itu”.
d. Penyadaran bertahap
Dalam
melaksanakan metode ini, Al–Qur’an menunjukkan berbagai cara yang harus
dilakukan secara bertahap, seperti menghilangkan kebiasaan yang kurang baik
yang telah berakar. Sebagai contoh adalah menghilangkan kebiasaan minum khamer.
Dalam kasus ini Al–Qur’an melarangnya dengan beberapa fase.
Fase pertama, seperti firman Allah dalam Q.S Al–baqarah ayat 219: Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (Q.S Al – baqarah ayat
219)
Al – Qur’an memberikan
peringatan dengan bijaksana, yaitu dengan menyatakan bahwa di dalam khamar memang
terdapat manfaat yang menyenangkan diri manusia, tetapi Al- Qur’an juga menyadarkan
bahwa madharatnya lebih besar dari manfaatnya. Dalam fase ini manusia masih
tetap berani mencoba meminumnya.
Fase kedua, seperti firman Allah SWT dalam Q.S An–Nisa ayat 43: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Q.S
An–nisa ayat 43).
Dalam tafsir
Ibnu Katsir, setelah Al -Qur’an menggunakan cara persuasif, yaitu tidak boleh
shalat kalau masih dalam kondisi mabuk. Dalam fase ini meskipun telah diberi
peringatan, namun ia masih minum dan berhenti ketika waktu shalat (Suyudi, 2005
: 77).
Fase ketiga, seperti
dalam firman Allah SWT dalam Q.S Al–Maidah ayat 90” Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S Al – Maidah ayat
90)”.
Ini merupakan langkah
yang tegas setelah memberikan peringatan secara persuasif untuk memberikan
kesempatan akal merenungkan hukum yang akan diberlakukan, yaitu agar
meninggalkan madharat.
e. Pengendalian Nafsu
Allah SWT berfirman
“Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah memngetahui apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi, tiada pembicaraan yang rahasia antara tiga
orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima
orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiadalah (pula) pembicaraan antara
(jumlah) yang kiurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama
mereka dimanapun mereka berada. “(QS. Al-Mujaadilah (58): 7).
3. Metode
Praktek (‘ amaliah)
a. Penugasan
Dalam Al-Qur’an
prinsip metode resitasi dapat dipahami dari ayat yang berbunyi: “Sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya
itu”. (QS. Al-Qiyamah [75]: 17-18)
Al-Maraghi (1989:244)
menafsirkan potongan ayat tersebut di atas sebagai berikut: Qara’nahu:
dimaksudkan adalah Jibril membacakannya kepadamu Fattabi’ qur’anah:
maksudnya maka dengarkanlah bacaan dan ulang-ulangilah agar ia mantap dalam
dirimu.
Ayat tersebut
merupakan bentuk pembelajaran al-Qur’an ketika malaikat Jibril memberikan wahyu
(al-Qur’an) kepada Nabi Muhammad saw dengan membacakannya, maka Nabi Muhammad
saw diperintahkan untuk mengulanginya, sehingga Nabi hafal dan bacaan tersebut
dapat membekas dalam dirinya.
b. Keteladanan
Firman Allah
SWT dalam surat Al-Ahzab: “Sesungguhnya dalam diri Rasullullah itu kamu
dapat menemukan teladan yang baik” (Q.S.al-Ahzab:21) Jadi, hendaklah
sebagai seorang pendidik mampu memberikan teladan yang sebaik baiknya sesuai
dengan kepribadian yang Islami.
Allah telah menyusun
suatu bentuk sempurna metodologi Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi
sepanjang sejarah masih berlangsung (Muhammad Quthb, 1984:180). Metode ini dianggap
sangat penting karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk
dalam kawasan afektif yang terwujud dalam tingkah laku (behavioral). Sedangkan dalam
penyampaian materi ajar yang tergolong ilmu pengetahuan sains (ilmiyah) yang
tidak berhubungan langsung dengan pembentukan kepribadian maka tidak mengapa
untuk mengadopsi metode yang lain yang tidak melanggar akidah Islam.
Sedangkan di masa Negara
Khilafah, media dan sarana pendidikan masih terbatas pada kitab–kitab,
laboratorium, planetarium, perpustakaan, kantor – kantor, sekolah–sekolah,
masjid fan universitas. Di masa sekarang media dan sarana prasarana telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat, ditandai dengan bermunculannya surat
kabar, majalah – majalah, alat elektronik canggih yang lain.
Pada masa
Negara khilafah Islam, di berbagai kota besar tersebar perpustakaan –
perpusatakaan besar yang dibanggakan. Berbagai kitab dan maraji’
(reference/rujukan) yang langka turut melengkapi perpustakaan tersebut. Di
samping itu masjid–masjid, universitas, sekolah, dan tempat– tempat pengajaran
ilmu dan hikmah lainnya, termasuk yang ada di istana Khalifah yang
diperuntukkan bagi para pelajar, ulama, penerjemah, dan penyalin, dapat ditemui
perpustakaan–perpustakaan. Al–Maqrizi menyebutkan bahwa di Madrasah
al–Fadliliyah terdapat perpustakaan yang sangat besar tempat tersimpannya
koleksi kitab yang jumlahnya mencapai 100.000, padahal di masa itu belum ada
percetakan. Ibnu Al-Qifti menyebutkan bahwa di sana terdapat 6500 kitab
mengenai ilmu, tekhnik dan falak (astronomi). Perpustakaan tersebut memiliki
dua buah bola bumi (saat itu orang Eropa masih menganggap dunia itu datar) yang
satu diperuntukkan bagi Bathlimus dan yang lain untuk Abil Hasan as–Sufi,
seharga 300 dinar. Semua ini menunjukkan betapa besar dorongan Islam terhadap
kaum muslimin untuk menuntut dan mengadakan penelitian ilmiah sejak berabad – abad
yang silam (Al Baghdady, 1996:107-108).
Media dalam
pendidikan Negara khilafah termasuk madaniyah yakni bentuk–bentuk fisik dari
benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Madaniyah
dibagi dua macam yakni madaniyah yang bersifat khusus yakni dihasilkan dari
hadlarah. Seperti patung, salib, dll. Sedangkan madaniyah’am yakni produk
kemajuan sains dan perkembangan tekhnologi madaniyah yang bersifat umum, milik
seluruh umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini bukan milik umat
tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains dan tekhnologi (An
Nabhani, 2007: 109).
Posting Komentar untuk "Metode dan Media Pendidikan"