Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Sistem Pembiayaan Pendidikan



Dalam sistem pendidikan Negara khilafah, negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki–laki maupun perempuan. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma–cuma. Mereka diberi kesempatan seluas–luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
Nash-nash syariah juga telah menetapkan pendidikan sebagai hajah asasiyyah (kebutuhan dasar) yang harus dijamin ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat, seperti halnya keamanan dan kesehatan. Di antara nash-nash syariah yang menetapkan pendidikan sebagai hajah asasiyyah adalah sabda Nabi saw.  sehingga ia bisa belajar dan mengajarkan (ilmu tersebut kepada orang lain). Ini juga perumpamaan orang yang menolak hidayah dan ilmu dan tidak mau menerima hidayah Allah SWT yang dengan itulah aku diutus (HR al- Bukhari dan Muslim).
Pendidikan merupakan hajah asasiyyah yang harus dijamin ketersediannya di tengahtengah masyarakat oleh Negara Khilafah. Rasulullah Saw telah menerapkan suatu sistem terbaik dalam hal pendidikan. Beliau mendorong kaum muslimin agar menuntut ilmu dan memberantas buta huruf pada awal berdirinya pemerintah Islam di Madinah, yaitu bahwa setiap tawanan Perang Badar di haruskan mengajar sepuluh orang kaum muslimin sebagai tebusannya. Sehingga sejarah telah membuktikan bahwa Islam telah berusaha menghapuskan predikat kebodohan dari umat mulia ini.
Di dalam Kitab al-Iqtishadiyyah al-Mutsla disebutkan bahwa jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar (hajah asasiyyah) bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.: Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (HR al-Bukhari).
Atas dasar itu, Khilafah harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah. Dalam konteks pendidikan, jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara bisa diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Negara Khilafah juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Negara Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.
Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan Negara Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari Negara (Baitul Mal).  Terdapat 2 (dua) sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu  (1) pos fa'i dan kharaj  yang merupakan kepemilikan negara- seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah dan dhariibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas,hutan,laut dan hima (milik umum yang penggunaanya yang telah dikhususkan).  Adapun pendapatan dari pos zakat tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat (QS:9:60).
Jika dua sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi, dan dikhawatirkan akan timbul efek negatif (dharar) jika terjadi penundaan pembiayaannya, maka Negara wajib mencukupinya dengan segera dengan cara berhutang (qardh).  Utang ini kemudian dilunasi oleh Negara dengan dana dari dharibah (pajak)yang dipungut dari kaum Muslim (Al-Maliki,1963).
Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk 2 (dua) kepentingan.  Pertama: untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen,karyawan,dan lain-lain.  Kedua; untuk membiayai segala macam sarana dan prasarna pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. (An-Nabhani,1990).
Negara tidak boleh menggunakan pinjaman negara-negara asing dan lembaga-lembaga keuangan internasional untuk pembiayaan pendidikan, hal tersebut tidak dibolehkan oleh hukum syara'. Sebab pinjaman seperti itu selalu terkait dengan riba dan syarat-syarat tertentu.  Riba diharamkan oleh hukum syara', baik berasal dari seseorang maupun dari suatu negara.  Oleh karena itu hal ini tidak diperbolehkan secara syar'i.  Dengan demikian Khalifah tidak boleh menggunakan hutang luar negerti sebagai pos pendapatan untuk menutupi anggaran belanja, termasuk dalam pembiayaan pendidikan.

Posting Komentar untuk "Sistem Pembiayaan Pendidikan"