RINGKASAN MODUL PEMBELAJARAN ABAD 21
KARAKTERISTIK GURU & SISWA ABAD 21
Dalam pandangan [aradigma
positivistik masyarakat berkembang secara linier seiring dengan perkembangan
peradaban manusia itu sendiri yang ditopang oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.masyarakat
primitif, masyarakat agraris, masyarakat industri, masyarakat informasi / abad
21 / masyarakat digital / revolusi industri 4.0. (Hannover Fair 2011)
Istilah Industry 4.0 adalah tren terbaru teknologi yang sedemikian
rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor
manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk kecerdasan buatan (artificial
intelligent), perdagangan elektronik, data raksasa, teknologi finansial,
ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot.
Bob Gordon, dikutip Paul Krugman, menyatakan tiga revolusi industri.
Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830).
Kedua, penemuan
listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak (1870-1900).
Ketiga, penemuan
komputer, internet, dan telepon genggam (1960-sampai sekarang). Versi lain
menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 melalui kemunculan teknologi informasi
dan komunikasi, serta mesin.
Indonesia secara pararel. Artinya, ada masyarakat yang hingga
fase perkembangannya sekarang masih menunjukkan masyarakat primitif, ada yang
masih agraris, ada yang sudah menunjukkan karakter sebagai masyarakat
industrial, dan bahkan ada yang memang sudah masuk dalam era digital
Masyarakat yang masih belum terjangkau internet, dan bahkan
masih berupa wilayah blank spot. Kondisi seperti itu juga berimplikasi terhadap
perkembangan pelayanan pendidikan, sehingga juga berkonsekuensi terhadap
karaktiristik guru dan siswanya, meskipun sudah berada dalam abad 21.
Manuel Castell menyatakan bahwa kemunculan masyarakat yang informasional memiliki lima
karateristik dasar:
Pertama, ada teknologi-teknologi yang bertindak
berdasarkan informasi.
Kedua, karena informasi adalah bagian dari
seluruh kegiatan manusia, teknologi-teknologi itu mempunyai efek yang meresap.
Ketiga,
semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh
‘logika jaringan’ yang memungkinkan mereka memengaruhi suatu varietas luas
proses-proses dan organisasi-organisasi.
Keempat, teknologi-teknologi
baru sangat fleksibel, memungkinkan mereka beradaptasi dan berubah secara
terus-menerus.
Akhirnya,
teknologi-teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi sedang
bergabung menjadi suatu sistem yang sangat terintegrasi.
Tidak ada lagi sebuah ideologi sebagaimana era abad
sembilan belas, tetapi sekarang kekuasaan adalah sebuah informasional dalam arti
luas. Era informasional adalah dimana ketika informasi itu berada dalam kemampatan ruang dan
waktu, tidak mengklaim universal, dan sekadar titik, sinyal, dan bahkan sekadar
peristiwa dalam waktu. Berlangsung sangat cepat, sekilas, hidup dalam era
informasi hampir tidak ada waktu untuk refleksi.
Lash mengingatkan bahwa infomasi itu sendiri bersifat statis,
komunikasilah yang membuat informasi menjadi dinamik, kuat, dan menjadi sebuah sumber energi.
Mirip dengan Habermas, Lash yakin bahwa komunikasi itulah yang sekarang telah
menjadi basis kehidupan sosial kontemporer, karena itu ia menjadikan komunikasi
sebagai unit dasar analisisnya, dan bukan informasi. Oleh karena itu, ia
mengatakan bahwa telah terjadi dua generasi dalam perkembangan ICT. Generasi pertama perkembangan ICT secara
fundamental adalah informasional, dengan sektor kuncinya adalah semikonduktor,
sofware (sistem operasi dan aplikasi), dan komputer. Akan tetapi generasi
kedua, ekonomi baru adalah komunikasional, karena itu sentralitasnya adalah
internet dan sektor jaringan.
Masyarakat informasional, bukan lagi perkara bagaimana
berproduksi untuk akumulasi kapital, akan tetapi bagaimana penguasaan dan
kemampuan mengolah informasi sebagai sumber daya utama untuk meningkatkan
kualitas hidup.
Kesenjangan antara generasi para orangtua yang masih disebut
sebagai digital immigrant dan
generasi anak-cucunya yang disebut sebagai generasi digital native. Era informasi seharusnya menjadikan masyarakat menjadi prosumen, produsen sekaligus konsumen
informasi.
Ciri utama masyarakat informasi adalah bahwa semua aktivitas
masyarakatnya berbasis pada pengetahuan. menimbulkan masalah, sebab
perkembangan masyarakat di Indonesia tidak linier dan homogen. Ada sebagaian
masyarakat yang sudah berada dalam tahap siap memasuki masyarakat informasi
karena telah mempunyai basis pengetahuan kuat dan menggunakannya sebagai dasar
utama bagi aktivitasnya. Sementara banyak juga warga masyarakat yang berakar
kuat pada kultur agraris, tradisional, penuh mistik, dan pandangan dunianya
kurang mampu cepat beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Akibatnya ketika pemerintah membangun infrastruktur ICT secara
signifikan, sebagian besar warga masyarakat kurang mampu memanfaatkan ICT untuk
kepentingan yang produktif, karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan
pentingnya pengetahuan.
Keterampilan abad 21 adalah kemampuan untuk memahami
dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT Literacy Skills).
Pendidikan memegang peranan sangat penting dan strategis dalam membangun
masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan: (1) melek teknologi dan
media; (2) melakukan komunikasi efektif; (3) berpikir kritis; (4) memecahkan
masalah; dan (5) berkolaborasi.
Internet yang mampu membangun kemampuan jaringan informasi
dapat meningkatkan akses melalui belajar jarak jauh, membuka jaringan
pengetahuan bagi murid, melatih guru-guru, menyebarluaskan materi pendidikan
dengan kualitas standar, dan mendorong penguatan upaya efisiensi dan
efektivitas kebijakan administrasi pendidikan.
Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan
generasi pertama korespondensi (cetak),
generasi kedua multimedia (Audio,
VCD, DVD),
generasi ketiga
pembelajaran jarak jauh (telekonferensi/TVe),
generasi keempat pembelajaran fleksibel (multimedia interaktif) dan
generasi kelima e-Learning (web
based course), akhirnya
generasi keenam
pembelajaran mobile (koneksi nirkabel/www). Seperti tercantum secara eksplisit
dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional
Renstra Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis TIK
untuk pilar pertama, yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan,
diprioritaskan sebagai media pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk
pilar kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, peran TIK
diprioritaskan untuk penerapan dalam pendidikan/proses pembelajaran.
Terakhir, untuk penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik, peran
TIK diprioritaskan untuk sistem informasi manajemen secara terintegrasi.
Manfaat
ICT khususnya edukasinet adalah :
(1) Memudahkan guru dan siswa dalam
mencari sumber belajar alternative;
(2) Bagi siswa dapat memperjelas materi
yang telah disampaikan oleh guru, karena disamping disertai gambar juga ada
animasi menarik;
(3) Cara belajar lebih efisien;
(4) Wawasan bertambah;
(5)
Mengetahui dan mengikuti perkembangan materi dan info-info lain yang berhubungan
dengan bidang studi; dan
(6) Membantu siswa melek ICT
Hubungan guru dan murid dan aktivitas
belajarnya tidak lagi bergantung pada satu sumber belajar yang tersedia di
lingkungan sekolah, akan tetapi media baru berbasis internet dan web ini
sebagai sumber belajar. Karakter media baru sebagai penyedia konten (isi) begitu
besar dan bahkan tidak terbatas jauh melebihi gudang pengetahuan yang
disediakan pada lingkungan sekolah. Aksesnya pun terbuka lebar karena tata
kelola informasinya sangat canggih dan sangat mudah dan cepat diakses oleh
siswa dalam aktivitas belajar. Sekarang ini pokok-pokok bahasan yang diajarkan
guru pada ruang kelas, akan dengan mudah dikonfirmasikan melalui google atau
pun yahoo yang begitu banyak dan mudah menyediakan informasi pengetahuan
yang relevan dengan pembelajaran di sekolah. Lebih dari itu, media baru juga menyediakan aplikasi pembelajaran secara
virtual yang mirip dengan pembelajaran di ruang kelas pada setiap sekolah.
Kehadiran
media baru ini juga menghadirkan berbagai persoalan yang berkait dengan
perilaku belajar siswa dan sikap guru terhadap maraknya pembelajaran digital
ini. Sebut saja misalnya tentang sikap minimalis dan pragmatisme belajar siswa
yang sangat fenomenal seperti ketergantungan
pada google atau yahoo setiap kali menghadapi masalah
atau pun penugasan dalam pembelajaran di kelas. Sikap guru pun masih variatif
dalam menghadapi hadirnya media baru dan mediatisasi pembelajaran ini karena
terkait kesenjangan keterampilan dan pengetahuan tentang media baru, yang masuk
dalam generasi digital imigrant yang harus menghadapi murid yang masuk
dalam kategori digital native.
Buku
bisa digantikan dengan teknologi, tetapi peran guru tidak bisa digantikan,
bahkan harus diperkuat. Pada era sekarang, abad 21, guru harus mampu
memanfaatkan teknologi digital untuk mendesain pembelajaran yang kreatif.
Kemampuan para guru untuk mendidik pada era pembelajaran digital perlu
dipersiapkan dengan memperkuat pedagogi
siber pada diri guru. Guru yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator
harus mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk mendesain
pembelajaran kreatif yang memampukan siswa aktif dan berpikir kritis.
Penggunaan
teknologi dalam pembelajaran berguna untuk memfasilitasi pembelajaran yang
berkualitas. Buku bisa digantikan dengan teknologi. Konten pembelajaran sudah
tersedia di internet. Namun, tetap ada peran guru yang tidak bisa digantikan.
Di sinilah kita harus memperkuat guru sebagai fasilitator yang membantu siswa
untuk dapat memanfaatkan sumber belajar yang beragam. Oleh karena itu
karakteristik guru abad 21 antara lain:
- Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator.
- Kedua, salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah tingginya minat baca guru
- Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis.
- Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis TIK
- Kelima, mampu melakukan transformasi kultural.
Pertama, guru disamping
sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator.
Kemampuan
guru dalam posisi sebagai fasilitator,
ini berarti harus mengubah cara berpikir bahwa guru adalah pusat (teacher
center) menjadi siswa adalah pusat (student
center). Ini berarti guru perlu memposisikan diri sebagai mitra belajar bagi siswa, sehingga guru
bukan serba tahu karena sumber belajar dalam era digital sudah banyak dan
tersebar, serta mudah diakses oleh siswa melalui jaringan internet yang
terkoneksi pada gawai. Kedua, salah satu prasyarat paling penting agar
guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital,
adalah tingginya minat baca guru. ‘masih
rendah, dan bahkan kurang memiliki motivasi membeli atau mengoleksi buku. program
sertifikasi guru, tidak untuk meningkatkan profesionalisme guru, konsumtif
Guru
harus terus meningkatkan minat baca dengan
menambah koleksi buku. Setiap kali terdapat masalah pembelajaran, maka guru
perlu menambah pengetahuan melalui bacaan buku, baik cetak maupun digital yang
bisa diakses melalui internet. Tanpa minat baca tinggi, maka guru pada era
pedagogi siber sekarang ini akan ketinggalan dengan pengetahuan siswanya,
sehingga akan menurunkan kredibilitas atau kewibawaan guru. Hilangnya
kewibawaan guru akan berdampak serius bukan saja pada menurunya kualitas
pembelajaran, tetapi juga bagi kemajuan sebuah bangsa. Karakteristik seperti
itu, adalah tidak cocok bagi pengembangan profesionalisme guru pada abad 21.
Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan minat baca dengan menambah
koleksi buku. Setiap kali terdapat masalah pembelajaran, maka guru perlu
menambah pengetahuan melalui bacaan buku, baik cetak maupun digital yang bisa
diakses melalui internet. Tanpa minat baca tinggi, maka guru pada era pedagogi
siber sekarang ini akan ketinggalan dengan pengetahuan siswanya, sehingga akan
menurunkan kredibilitas atau kewibawaan guru. Hilangnya kewibawaan guru akan
berdampak serius bukan saja pada menurunya kualitas pembelajaran, tetapi juga
bagi kemajuan sebuah bangsa.
·
Ketiga, guru
pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis. Mempunyai minat baca
tinggi saja belum cukup bagi guru, tetapi harus memiliki keterampilan untuk
menulis. Guru juga dituntut untuk bisa menuangkan gagasan-gagasan inovatifnya
dalam bentuk buku atau karya ilmiah. Tanpa kemampuan menulis guru akan
kesulitan dalam upaya meningkatkan kredibilitasnya di hadapan murid. Guru yang
memiliki kompetensi dalam menulis gagasan, atau menulis buku dan karya almiah,
maka akan semakin disegani oleh siswanya. Sebaliknya, jika guru tidak pernah
menulis, maka akan semakin dilecehkan oleh siswa. Oleh karena itu, jika sudah
memiliki kemampuan untuk menulis gagasan, maka ketika terlibat dalam era
digital bukan saja sebagai konsumen
pengetahuan, tetapi juga produsen pengetahuan. Dengan kata lain, guru dalam
era informasi sekarang ini, ketika terlibat dalam internet, bukan sekadar
mengunduh, tetapi jugamengunggah karya-karya tulisnya yang bisa memberikan
sumbangan pemikiran bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran.
Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan
inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar,
sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis TIK. Seorang guru harus
mampu menerapkan model pembelajaran misalnya yang menggunakan pola hibrida
(hybrid learning), karena proses pembelajaran dalam abad 21 tidak hanya secara
konvensional dengan tatap muka di kelas, tetapi juga secara online melalui
situs pembelajarannya. Jadi pembelajaran
hibrida adalah sebuah pola pembelajaran yang mengombinasikan pertemuan
tatap muka dengan pembelajaran berbasis online, teknologi hadir dalam proses
belajar. Tujuan utamanya untuk keperluan memperluas kesempatan belajar,
meningkatkan kualitas proses belajar, menumbuhkan kesempatan yang sama
antarpeserta didik, dan berbagai kemungkinan lainnya. Melalui pola pembelajaran
hibrida yang memanfaatkan perangkat komputer atau pun smartphone yang
terkoneksi pada jaringan internet memberikan peluang seluas-luasnya bagi guru
dan siswa untukmelakukan aktivitas belajar sambil melakukan aktivitas lain,
termasuk rekreatif secara bersama-sama. Atau inilah yang disebut pembelajaran
multitasking. Kehadiran e-learning guru
abad 21 juga dituntut untuk kreatif dan inonvatif dalam memanfaatkan media baru
(new media) untuk pembelajaran berbasis web. Oleh karena itu guru perlu
mempunyai kompetensi untuk menerapkan mutltimedia. Kalau toh tidak membuat
aplikasi sendiri, tetapi setidaknya bisa memanfaatkan dan menerapkan multimedia
bagi pembelajaran. Demikian pula dengan gamifiication
atau pembelajaran berbasis pada permainan yang sekarang semakin diminati
oleh siswa,
Kelima, mampu melakukan transformasi kultural. Karena itu transformasi
mengandaikan terjadi proses pergantian dan perubahan dari sesuai yang dianggap lama
menjadi sesuatu yang baru. Atau paling tidak mengalami penyesuaian terhadap
kehadiran yang baru. digunakan untuk menjelaskan konsep transformasi budaya,
maka mengandaikan terjadinya proses alih ubah nilai, sikap, dan praksis dalam
aktivitas kebudayaan. Setidaknya terdapat proses penyesuaian dari nilai, sikap,
dan praksis budaya lama menuju budaya baru. Ketika ilmu pengetahuan dan
teknologi yang menggunakan konstruksi budaya berbasis pada nilai budaya Barat,
maka mau tidak mau nilai budaya lama masyarakat pengadopsinya harus melakukan
penyesuaian-penyesuaian. Salah satu nilai yang imperatif dituntut oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah apresiasi tinggi terhadap logika kausalitas,
akurasi, presisi, detail, dan terukur. Di samping itu tentu saja penghargaan
terhadap prinsip kejujuran, disiplin, dan kerja keras yang merupakan etos
masyarakat Barat dan negara maju lainnya di kawasan Asia., maka konsep
transformasi kultural tentu mengandaikan proses alih ubah dari nilai
tradisional ke nilai pembelajaran modern. Secara umum sudah berkembang persepsi
bahwa model pembelajaran yang lebih lazim digunakan adalah berat pada karakter
berorientasi pada guru (teacher
center) daripada berorientasi pada peserta didik (student
center). Oleh karena pembelajaran online masuk kategori belajar berbasis media baru (new media)
maka mengedepankan egalitarianism, kesetaraan, emansipatif, dan partisipatif
dalam proses komunikasinya, maka student-center lebih sesuai dengan
prinsip pembelajaran online. Dengan demikian diperlukan adanya
transformasi kultural dari model pembelajaran yang berprinsip searah, top-down,
dan memposisikan peserta didik sebagai
pihak pasif, ke arah model pembelajaran
konstruktivistik yang berorientasi pada peserta didik. Pandangan bahwa guru adalah sumber pengetahuan dan rujukan
utama pengetahuan, perlu diubah ke arah pandangan bahwa sumber pengetahuan
bersifat menyebar. Semua pada prinsipnya dapat menjadi sumber rujukan, tidak
terkecuali peserta didik.
Ciri-ciri
utama seorang guru yang melek TIK ialah guru yang menggunakan TIK secara tepat,
berdasarkan kebutuhan belajar, kompetensi, karakteristik isi atau mata ajar,
ketersediaan sarana. Selanjutnya ia mampu mensinergikan kompetensi ini dalam
penyajian di kelas konvensional, yaitu bersama dengan peserta didik menggunakan
TIK untuk proses belajar dan mengajar.
Adapun
guru juga perlu mempunyai kompetensi di bidang perancangan atau desainer
pembelajaran. Disainer pembelajaran menjadi sosok yang harus lebih banyak
berperan dalam menyelenggarakan e-learning. Disainer pembelajaran adalah ahli
yang terbuka dan dinamis, mampu memecahkan masalah di tingkat trouble shooting,
di depan monitor, atau hingga menjadi problem solver dalam tatanan menciptakan
proses belajar maya yang “hidup”, interaktif, dan manusiawi
Bagaimana Karakteristik Siswa Abad 21?
· Mengidentifikasi
ada beberapa kecakapan yang harus dimiliki oleh generasi abad 21 mencakup nilai
dan perilaku seperti rasa keingintahuan tinggi, kepercayaan diri, dan
keberanian. Keterampilan dan kecakapan Siswa Abad 21 mencakup tiga kategori utama,
yaitu:
1. Keterampilan belajar dan inovasi (berpikir kritis dan pemecahan
masalah dalam komunikasi dan kreativitas kolaboratif dan inovatif).
2. Keahlian literasi digital: literasi media baru dan literasi
ICT.
3. Kecakapan hidup dan karir: memiliki kemamuan inisiatif yang
fleksibel dan inisiatif adaptif, dan kecakapan diri secara sosial dalam
interaksi antarbudaya, kecakapan kepemimpinan produktif dan akuntabel, serta
bertanggungjawab.
Masih
banyak siswa kesulitan bertanya, dan bahkan takut bertanya. Terdapat beberapa
penyebab mengapa siswa kurang memiliki kemampuan bertanya, karena selama ini
lebih banyak pendekatan pembelajaran berpusat pada guru (teacher center).
Memang tidak mudah menghilangkan kendala kultural ini, karena masih berkembangnya
persepsi bahwa guru adalah pusat sumber belajar utama, dan guruharus serba
tahu.
Pendekatan
pembelajaran berpusat pada siswa (student center) sebagaimana yang dianjurkan
selama ini adalah suatu keharusan. Murid harus dipandang sebagai subyek aktif
yang memiliki daya seleksi dan daya interpretasi, serta daya kreasi tinggi
terhadap topic apa yang diangkat dalam suatu proses pembelajaran. Pendekatan
ini bukan berprinsip benar atau salah, tetapi prinsipnya bagaimana
mengembangkan kemampuan bernalar dan berargumentasi siswa. Oleh karena itu
penerapan model pembelajaran
konstruktivistik seperti pembelajaran kooperatif, metode diskusi, curah
pendapat, dan debat perlu diintensifkan, sehingga melatih siswa memiliki
kemampuan bertanya dan tidak takut bertanya
Abad
21 menuntut siswa memiliki keahlian literasi digital atau literasi media baru
dan literasi ICT. Secara keseluruhan, jika dibandingkan dengan guru, literasi
digital boleh dibilang lebih tinggi di kalangan siswa. Argumen ini berangkaat
dari logika berpikir sekuensial, bahwa generasi belakangan pasti lebih cepat
dalam menerima kehadiran teknologi baru. Sekarang dikenal apa yang disebut
sebagai generasi digital imigran dan digital natif. Literasi ICT , ICT berarti
meliputi juga media lama seperti radio dan televisi, jadi bukan saja media baru
seperti gawai atau telepon genggam yang berbasis android terkoneksi jaringan
internet. Oleh karena itu siswa pada abad 21 adalah mereka yang memiliki
kemampuan mengenali, menggunakan secara teknis, dan memanfaatkan pada aktivitas
pembelajaran. Penggunaan televisi sebagai media pembelajaran instruksional
misalnya, juga merupakan kemampuan literasi ICT, karena itu siswa bisa juga
terlibat dalam pembelajaran audiovisual. Lebih dari itu, sekarang yang sedang
tren adalah bahwa siswa terlibat secara intensif dalam proses pembelajaran web,
termasuk juga penggunaan multimedia interaktif.
Karakteristik
siswa abad 21 berkaitan dengan kecakapan hidup yang bukan saja sekadar pasif
menerima begitu saja keadaan. Akan tetapi perlu senantiasa mengambil insiatif
dalam berbagai aktivitas pembelajaran, sehingga terus adaptif dalam jarak yang
relatif pendek, sehingga siswa diterpa oleh kehadiran inovasi pendidikan
melalui temuan aplikasi baru.
Siswa
abad 21 juga dituntut memiliki karakter kecakapan sosial dalam interaksi
antarbudaya dan antarbangsa, karena dunia semakin mengglobal dan menjadi satu
kesatuan. Jika ingin mengembangkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, serta
keahlian yang sesuai dengan minatnya, siswa bisa berbagi (sharing) dengan
berbagai siswa di seluruh dunia. Dunia siber telah memberikan fasilitas memadai
untuk bisa berkomunikasi kepada siapa pun melalui internet atau pun media
sosial ke seluruh dunia. Karena itu belajar dalam ruang virtual memungkinkan
untuk berbagi ilmu pengetahuan dan keahlian sesuai dengan minatdan bakatnya.
Dalam
pada itu, siswa pada era digital juga dituntut untuk memiliki kemampuan
bekerjasama secara tim, bukan saja antarsiswa di lingkungan kelasnya, tetapi
bisa menembus batas ruang dan waktu, ke dunia siber antarsiswa di seluruh
dunia. Kerjasama dalam ini konteks ini menuntut kemampuan kreatif dan daya
inovatif agar apa yang dimiliki siswa memang memiliki daya tawar tinggi
sehingga menarik perhatian. Misalnya pengetahuan dalam bidang robotik, budidaya
tanaman, dunia permainan, dan temuan kreatif lain yang berguna bagi pemecahan
masalah, adalah hal-hal yang menarik perhatian generasi digital natif dewasa
ini.
Akhirnya,
siswa pada abad 21 juga perlu memiliki kecakapan dalam bidang kepemimpinan produktif
dan akuntabel. Artinya apa yang ditawarkan dalam bidang keahlian masing-masing
harus benar-benar bisa dievaluasi secara fair, sehingga teruji. Ini enting
untuk mencari kepercayaan dalam komunikasi antarbangsa antarkultur di dalam
dunia virtual. Oleh karena itu kepemimpinan produktif memangharus disertai
sikap tanggung jawab terhadap apa yang telah diputuskan secara bersama tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan kreativitas dan inovasi.
Karena
media baru telah menyediakan berbagai informasi yang begitu melimpah. siswa
harus memiliki kemampuan belajar mandiri, maka pemanfaatan fasilitas belajar
berbasis web yang bersifat serba digital.
Posting Komentar untuk "RINGKASAN MODUL 1 PEMBELAJARAN ABAD 21 PPGDALJAB"