Gambaran Singkat Pendidikan di Negara Khilafah
Asas Pendidikan
Negara khilafah memiliki sistem pendidikan sebagai standar operasional prosedur dalam menyelenggarakan sistem pendidikannya tersebut. Dikarenakan ideology yang digunakan oleh negara khilafah adalah Islam, maka sistem pendidikannya berlandaskan akidah Islam dikarenakan Allah telah memerintahkan manusia untuk masuk Islam secara sempurna dan menyeluruh maka seluruh aspek kehidupan diwajibkan berhukum kepada hukum Islam.
Yusanto (2014:12) mengatakan bahwa asas pendidikan dalam konsep pendidikan Negara Khilafah adalah aqidah Islam. Asas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.
Tujuan Pendidikan
Yasin (2012:12) bahwa tujuan pokok pendidikan dalam Negara Khilafah adalah untuk membangun kepribadian islami, pola pikir dan jiwa bagi umat dan mempersiapkan anak anak kaum muslim agar menjadi ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu ke-Islam-an (ijtidah, fiqih, peradilan dan lain lain) maupun ilmu terapan (teknik, kimia, fisika, kedokteran dan lain lain).
Jadi, tujuan pokok pendidikan dalam Negara Khilafah tidak lain adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan yang tinggi serta menyadari bahwa manusia akan kembali kepada Allah Swt dengan perhitungan dan pembalasan terhadap apa saja yang telah ia lakukan di dunia ini yang bersandarkan kepada ketentuan ketentuan Allah Swt yang bertujuan untuk kemaslahatan umat baik di dunia dan akhirat.
Kurikulum Pendidikan
Dalam Islam, kurikulum pendidikan haruslah berdasarkan kepada Akidah Islam meskipun tidak semua materi pelajaran harus berhubungan dengan akidah Islam dan hal ini akan dijabarkan melalui materi ajaran yang terbagi menjadi dua macam, yakni
1. Ilmu Pengetahuan Sains (Ilmiyah) seperti kimia, fisika, ilmu astronomi, matematika dan ilmu terapan yang lain yang tentu saja tidak berhubungan langsung dengan pembentukan kepribadian. Muatan yang ketiga ini diberikan secara bertingkat sesuai dengan perkembangan kemampuan anak. Di jenjang pendidikan tinggi, pengajaran ilmu ini lebih terfokus. Muatan materi ini lebih bersifat penunjang guna mempersiapkan anak didik untuk mandiri, di antaranya:
a. Matematika
b. IPA (Fisika, Biologi dan Kimia)
c. Bahasa (Inggris, Negara Indonesia dan Arab)
d. Pendidikan Jasmani
e. Kerajinan dan Kesenian
f. Ilmu terapan lanjutan (Akuntansi, komputer, dan lain-lain).
2. Ilmu Pengetahuan tentang Hukum Syara’ (syar’iah) yakni ketetapan yang berhubungan dengan hukum wajib, mandub, mubah, makruh, dan haram yang membentuk pola pikir islami yang terdiri dari :
a. Pembentukan Syakhsiyyah Islamiyyah
Pembentukan syakhshiyyah Islamiyyah harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu diantaranya adalah dengan menyampaikan tsaqofah Islam kepada para siswa/mahasiswa. Selanjutnya akan diberikan secara berkelanjutan untuk memelihara dan sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatan dengan syariat Islam. Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadarannya melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari seluruh larangan Allah.
b. Tsaqofah Islam
Tsaqofah Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasar akidah Islam, yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Menurut Yasin (2012:52) materi ini tsaqofah Islam adalah Al Quran al Karim, Aqidah Islamiyyah, Fiqih, Sunnah Nabi, Tafsir, Sirah, Fiqhus Sirah, Sejarah Islam, Pemikiran Dakwah dan lain lain.
Ilmu di atas perlu dipelajari guna mempersiapkan anak didik untuk sukses dan mandiri menjalani kehidupannya di dunia ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW bahwa “Barangsiapa menginginkan dunia, ia harus berilmu; barangsiapa menginginkan akhirat, ia harus berilmu; dan barngsiapa yang menginginkan keduanya, maka ia harus berilmu.”
Hal ini juga bertujuan agar terbentuknya nafsiyah islamiyah dan aqliah islamiyah yang didapat dari proses berpikir (pendidikan) yang menghasilkan syaksiyah islamiyah yang mantap. Hal ini dilandaskan kepada firman Allah Swt sebagai berikut, "Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan" (Al Ghasiyah (88):17)
Bahkan porsi waktu pelajaran ilmu-ilmu Islam dan Arab dengan ilmu pengetahuan umum hendaknya disamakan. Hal ini dimaksudkan terciptanya pribadi Muslim yang berpengetahuan tinggi, ahli pikir sekaligus ahli ibadah yang berbobot, dan dalam waktu yang bersamaan akan tercipta pula pribadi-pribadi yang mampu memperoduksi alat-alat dan dapat mengolah hasil-hasil produksi. Merekalah yang diharapkan untuk mengolah kekayaan alam bagi umat manusia dan merekalah yang diharapkan mampu merealisir kemajuan ilmu dan teknologi di seluruh aspek kehidupan (al-Bagdadi, 1996 : 53).
Metode dan Media Pendidikan
Secara garis besar, metode yang digunakan dalam pendidikan Islam adalah berdasarkan apa yang telah dicontohkan dalam al Quran Suyudi (2005: 68 – 79), yakni:
1. Metode Pemahaman
a. Penggunaan Akal (rasio)
b. Metode Tamtsil dan Tasybih
c. Mengambil Pelajaran
2. Metode Penyadaran
a. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
b. Memberi Mau’izah dan Nasihat
c. Pemberian Ganjaran dan Hukum
d. Penyadaran bertahap
e. Pengendalian Nafsu
3. Metode Praktek (‘ amaliah)
a. Penugasan
b. Keteladanan
Sedangkan media dalam pendidikan Negara khilafah termasuk madaniyah yakni bentuk–bentuk fisik dari benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Madaniyah dibagi dua macam yakni madaniyah yang bersifat khusus yakni dihasilkan dari hadlarah. Seperti patung, salib, dll. Sedangkan madaniyah’am yakni produk kemajuan sains dan perkembangan tekhnologi madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini bukan milik umat tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains dan tekhnologi (An Nabhani, 2007: 109).
Jenjang Pendidikan
Pengelompokkan jenjang (marhalah) pendidikan harus dibagi ke dalam tingkatan yang memperhatikan tingkat umur. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan pengaturan hubungan manusia dengan lainnya sesuai dengan Islam, yang memiliki hokum hokum dari Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, Rabb seluruh alam, serta dituntut untuk senantiasa terikat dengan hokum hokum tersebut (Yasin, 2012 : 33).
di Negara khilafah jenjang pendidikan dibagi berdasarkan usia bukan dari materi pelajaran. Oleh karena itu, jika anak telah mencapai usia 10 tahun maka ia dipertimbangkan untuk segera melanjutkan sekolah ke tingkat II tanpa memperhatikan prestasi belajarnya.
Atas dasar itu, sekolah dibagi menjadi tiga jenjang;
(1) sekolah tingkat I (ibtidaiyah)/usia genap 7 tahun-hingga 10 tahun;
(2) sekolah tingkat II (mutawasithah)/usia genap 10 tahun-14 tahun;
(3) sekolah tingkat III (tsanawiyah)/usia genap 14 tahun hingga berakhirnya jenjang pendidikan dasar.
Kualifikasi Pendidik
Sosok pendidik perlu memenuhi kualifikasi sebagai berikut (Yusanto, 2010:115 – 116) :
1. Amanah, yakni bertanggung jawab dalam keberhasilan proses pendidikan.
2. Kafa’ah atau memiliki skill (keahlian) di bidangnya.
3. Himmah atau memiliki etos kerja yang baik dan bercirikan disiplin, bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan taat kepada akad kerja dan tugas merupakan salah satu karakter orang yang beretos kerja tinggi.
4. Berkepribadian Islam yang dapat menanamkan kepribadian Islam kepada siswa/mahasiswa.
Abidin, (1998: 67) menyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab pendidik profesional sebagai berikut:
1. Pendidik ialah orang tua ke dua di depan murid
Di dalam hadith dinyatakan: Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seumpama seorang ayah bagi anaknya (HR. Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dari Abu Hurairah). Hadith ini menuntut seorang pendidik, agar tidak hanya menyampaikan pelajaran semata tetapi juga berperan seperti orang tua.
2. Pendidik sebagai pewaris ilmu nabi
Seorang guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat, harus mengarah kepada tujuan hidup muridnya yaitu mencapai hidup bahagia dunia akherat.
3. Pendidik sebagai penunjuk jalan dan pembimbing keagamaan murid
Berdasarkan keikhlasan dan kasih sayangnya, pendidik selanjutnya berperan sebagai penunjuk jalan bagi murid dalam mempelajari dan mengkaji pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu.
4. Pendidik sebagai sentral figur bagi murid
Pendidik agar senantiasa menjadi teladan dan pusat perhatian bagi muridnya. Ia harus mempunyai karisma yang tinggi. Ini merupakan faktor penting bagi seorang pendidik untuk membawa murid ke arah mana yang dikehendaki.
5. Pendidik sebagai motivator bagi murid
Sesuai dengan pandangannya terhadap manusia, bahwa manusia tidak mampu merangku m sejumlah mengecilkan, merendahkan apalagi meremehkan bidang studi lain dihadapn murid. Sebaliknya, ia harus memberikan peluang kepada murid untuk mengkaji berbagai ilmu pengetahuan.
6. Pendidik sebagai seorang memahami tingkat perkembangan intelektual murid
Al – Ghazali mengingatkan agar guru dapat menyampaikan ilmu pengetahuan dalam proses belajar – mengajar sesuai dengan tingkat pemahaman murid. Untuk itu, disamping cakap guru juga harus dapat menggunakan metode yang tepat.
7. Pendidik sebagai teladan bagi murid
Dalam rangka membawa manusia menjadi manusiawi, Rasulullah oleh Allah dalam pribadinya teladan yang baik. Nabi Muhammad SAW merupakan contoh yang sangat nyata bagi seorang pendidik. Beliau adalah seorang pendidik yang agung dan mampu melahirkan kader–kader yang tangguh sebagai pendidik, ulama dan pemimpin.
Pembiayaan Pendidikan
Khilafah harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah. Dalam konteks pendidikan, jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara bisa diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat.
Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan Negara Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari Negara (Baitul Mal). Terdapat 2 (dua) sumber pendapatan, yaitu (1) pos fa'i dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara- seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah dan dhariibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut dan hima (milik umum yang penggunaanya yang telah dikhususkan). Adapun pendapatan dari pos zakat tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat (QS:9:60).
Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk 2 (dua) kepentingan. Pertama: untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua; untuk membiayai segala macam sarana dan prasarna pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. (An-Nabhani, 1990).
Negara tidak boleh menggunakan pinjaman negara-negara asing dan lembaga-lembaga keuangan internasional untuk pembiayaan pendidikan, hal tersebut tidak dibolehkan oleh hukum syara'. Sebab pinjaman seperti itu selalu terkait dengan riba dan syarat-syarat tertentu. Riba diharamkan oleh hukum syara', baik berasal dari seseorang maupun dari suatu negara. Dengan demikian Khalifah tidak boleh menggunakan hutang luar negerti sebagai pos pendapatan untuk menutupi anggaran belanja, termasuk dalam pembiayaan pendidikan. (EY)
Posting Komentar untuk "Gambaran Singkat Pendidikan di Negara Khilafah"