Akidah Berlandaskan Dalil Qath’i (pasti)

Hadits (khabar) mutawâtir adalah hadits yang didasarkan pada pancaindera, diberitakan oleh sejumlah orang yang jumlahnya menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (terlebih dahulu) untuk berdusta (dalam pemberitaannya). Hadits mutawâtir seperti ini menunjukkan al-‘ilmu (kepastian) yang yakin, dan wajib diamalkan. Barangsiapa yang mengingkarinya dikategorikan kafir.[1]
Adapun yang dimaksud qath’i ad-dalâlah karena kepastian penunjukan dalil akan memustahilkan ijtihad dalam perkara akidah. Syariat Islam tidak menerima ijtihad seseorang dalam perkara akidah. Ijtihad terbatas hanya dalam perkara tasyri’ (hukum) saja. Itupun yang dalalahnya zhan dan tsubûtnya zhan. Jika akidah dijadikan ladang untuk berijtihad, bagaimana dengan orang-orang yang hasil ijtihadnya dalam perkara akidah keliru atau salah, sedangkan kekeliruan atau kesalahan dalam perkara akidah dapat menjerumuskan pada kekafiran? Akidah Islam adalah batas antara iman dan kafir. Dari sinilah, penunjukan dalil dalam masalah akidah harus qath’i, bukan zhan, yang masih mengandung kemungkinan penafsiran yang berbeda dan bermacam-macam.
Ayat-ayat al-Quran telah mengharuskan hal ini antara lain:
]إِنْ هِيَ إِلاَّ أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَءَابَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى اْلأَنْفُسُ[
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. (QS. An-Najm [53]: 23)
]إِنَّ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاْلآخِرَةِ لَيُسَمُّونَ الْمَلاَئِكَةَ تَسْمِيَةَ اْلأُنْثَى % وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لاَ يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا[
Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama perempuan. Dan mereka tidak mempunyai suatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tiada lain hanyalah mengikuti persangkaan, sedangkan sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran. (QS. An-Najm [53]: 27-28)
]وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلاَّ ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لاَ يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا[
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. (QS. Yunus [10]: 36)
]إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ[
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ‘Isa. (QS. An-Nisa [4]: 157)
]وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي اْلأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ[
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ[
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS. Al-An’am [6]: 116)
]كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلاَّ تَخْرُصُونَ[
Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: ‘Adakah kamu mempunyai suatu pengetahuan sehingga kamu dapat mengemukakannya pada Kami?’ Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta. (QS. Al-An’am [6]: 148)
]الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللهِ شُرَكَاءَ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ[
Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka dan mereka hanyalah menduga-duga. (QS. Yunus [10]: 66)
]وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَاْلأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلاً ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا[
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, celakalah orang-orang kafir itu. (QS. Shaad [38]: 27)
]وَإِذَا قِيلَ إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ لاَ رَيْبَ فِيهَا قُلْتُمْ
مَا نَدْرِي مَا السَّاعَةُ إِنْ نَظُنُّ إِلاَّ ظَنًّا وَمَا نَحْنُ بِمُسْتَيْقِنِينَ[
مَا نَدْرِي مَا السَّاعَةُ إِنْ نَظُنُّ إِلاَّ ظَنًّا وَمَا نَحْنُ بِمُسْتَيْقِنِينَ[
Dan apabila dikatakan (kepadamu): ‘Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar dan hari berbangkit itu tidak ada keraguan padanya’, niscaya kamu menjawab: ‘Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami sekali-kali tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami sekali-kali tidak meyakini(nya)’. (QS. Al-Jaatsiyah [45]: 32)
]وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ
وَلاَ أَبْصَارُكُمْ وَلاَ جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللهَ لاَ يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ % وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ[
وَلاَ أَبْصَارُكُمْ وَلاَ جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللهَ لاَ يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ % وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ[
Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangka yang telah kamu sangka terhadap Rabbmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Fushishilat [41]: 22-23)
]وَأَنَّهُمْ ظَنُّوا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا[
Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Mekah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul) pun. (QS. Al-Jin [72]: 7)
]وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لاَ يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلاَّ أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ
إِلاَّ يَظُنُّونَ[
إِلاَّ يَظُنُّونَ[
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahu al-Kitab (Taurat) kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. (QS. Al-Baqarah [2]: 78)
Ayat-ayat ini semuanya dengan jelas mencela orang-orang yang mengikuti persangkaan dan dugaan, serta mencela orang-orang yang mengikuti suatu perkara (akidah) tanpa ilmu (kepastian). Celaan dan teguran ayat-ayat al-Quran ini sekaligus sebagai dalil yang melarang secara tegas untuk mengikuti persangkaan dan dugaan dalam perkara-perkara yang menyangkut akidah. Dalil syara’ menunjukkan kepada kita bahwasanya beristidlal (menggunakan dalil) zhan dalam masalah akidah tidak diperbolehkan. Adapun dalam perkara tasyri’, pengambilan dalil zhanni dapat dilakukan.
Disamping itu, tema yang disinggung oleh-oleh ayat sebelumnya, seluruhnya menyangkut masalah akidah; ada yang berhubungan dengan keberadaan Allah, hari Kiamat, tentang malaikat-Nya, para Rasul, janji Allah, serta tentang penciptaan langit dan bumi hingga masalah penyaliban Isa a.s.
Posting Komentar untuk "Akidah Berlandaskan Dalil Qath’i (pasti)"